Kemenaker sebut upah minimum hanya berdampak pada 2 juta pekerja



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyatakan, kebijakan penetapan upah minimum hanya berdampak pada sekitar 2 juta pekerja.

Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Harahap mengatakan, rata-rata jumlah buruh atau pekerja yang baru memasuki dunia kerja sekitar 1 juta pekerja hingga 2 juta pekerja setiap tahunnya. Sebab itu, kebijakan penetapan upah hanya berdampak pada sekitar 2 juta pekerja tersebut.

“Upah minimum hanya memiliki dampak kepada buruh atau pekerja yang baru masuk dunia kerja,” ujar Chairul, Jumat (19/11). Sedangkan, pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun diperkirakan mencapai 49 juta orang.


Baca Juga: Besaran UMP Papua 2022 sudah diumumkan, ini infonya

Chairul mengatakan, penetapan upah minimum sesuai formula dalam PP nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Formula dalam PP tersebut diantaranya menggunakan data rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja, pertumbuhan ekonomi atau inflasi suatu daerah.

“Formula tersebut telah memperhatikan berbagai aspek yang sangat mencerminkan kondisi ketenagakerjaan dan perekonomian suatu daerah,” ucap Chairul.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, terdapat suatu metode yang secara internasional digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya suatu upah minimum di suatu wilayah. Yaitu dengan membandingkan besaran upah minimum yang berlaku dengan median upahnya (kaitz indeks).

Baca Juga: Sah! Ini besaran UMP Banten 2022

“Besaran upah minimum saat ini hampir di seluruh wilayah sudah melebihi median upah, bahkan Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan Kaitz Index lebih besar dari 1, dimana idealnya berada pada kisaran 0,4 sampai dengan 0,6,” ujar Ida.

Ida menerangkan, kondisi upah minimum yang terlalu tinggi tersebut menyebabkan sebagian besar pengusaha tidak mampu menjangkaunya dan akan berdampak negatif terhadap implementasinya di lapangan.

Hal tersebut sudah sangat terlihat yaitu dengan upah minimum dijadikan upah efektif oleh pengusaha sehingga kenaikan upah cenderung hanya mengikuti upah minimum tanpa didasari oleh kinerja individu. Hal ini juga yang kemudian membuat teman-teman serikat pekerja atau serikat buruh lebih cenderung menuntut kenaikan upah minimum dibandingkan membicarakan upah berbasis kinerja/produktivitas.

Baca Juga: Inilah beda UMK dan UMP serta ketentuan penetapannya

Lebih lanjut Ida mengatakan, bagi pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun seharusnya menggunakan upah aktual atau upah efektif berdasarkan pada struktur dan skala upah (SUSU) di masing-masing perusahaan yang bersangkutan.

Besaran upah efektif tersebut yaitu mengacu kepada struktur dan skala upah. Manakala SUSU sudah diterapkan, maka akan terwujud distribusi upah di atas UM secara adil antar jabatan/pekerja dengan berbasis pada kinerja individu dan produktivitas.

“Dengan demikian kenaikan upah masing-masing pekerja/buruh akan bergantung dengan produktivitas yang dihasilkannya,” terang Ida.

Baca Juga: Ini cara pemerintah turunkan angka kemiskinan di bawah 10% di tahun 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati