Kemenaker: Upah Minimum Berlaku untuk Karyawan dengan Masa Kerja Kurang dari 1 Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persoalan gaji sering kali menjadi pembahasan krusial bagi para pekerja, baik yang baru meniti karier maupun yang sudah lama bekerja.

Terkait hal ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kembali menegaskan aturan main mengenai penerapan upah minimum di perusahaan.

Kemenaker mengungkapkan upah minimum yang ditetapkan pemerintah hanya untuk karyawan dengan masa kerja kurang dari satu tahun.


Hal tersebut disampaikan oleh Kemenaker melalui unggahan akun Instagram resminya, @kemnaker pada Minggu (21/12/2025).

Baca Juga: Besok (24/12) Terakhir, Tapi Baru 7 Provinsi yang Tetapkan UMP 2026, Ini Daftarnya

Dalam unggahan tersebut, Kemenaker mendefinisikan upah minimum sebagai batas upah bulanan terendah.

Komponennya bisa upah pokok tanpa tunjangan, atau upah pokok ditambah tunjangan tetap.

“Kalau di perusahaan Rekanaker, komponen upah di perusahaan terdiri atas upah pokok dan tunjangan tidak tetap, maka upah pokok paling sedikit sebesar upah minimum,” tulis keterangan unggahan.

Lantas, bagaimana upah karyawan dengan masa kerja lebih dari setahun?

Baca Juga: Enam Provinsi Sudah Tetapkan UMP 2026, Ada Sumatera Utara Hingga Kalimantan Tengah

Penjelasan Kemenaker

Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Sunardi Manampiar Sinaga mengonfirmasi bahwa upah minimum hanya untuk karyawan dengan masa kerja kurang dari setahun.

Dia mengungkapkan, ketentuan upah minimum tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

“Menurut PP Nomor 36 Tahun 2021 pasal 24, upah minimum berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun,” kata dia dikutip dari Kompas.com (17/10/2025).

Sementara gaji karyawan dengan masa kerja satu tahun atau lebih, berpedoman pada struktur dan skala upah.

Baca Juga: Relaksasi Tarif dan Kenaikan UMP Belum Cukup Dorong Konsumsi Masyarakat Tahun Depan

Berdasarkan bunyi Pasal 21 PP Nomor 36 Tahun 2021, perusahaan berkewajiban untuk menyusun serta menerapkan struktur dan skala upah.

Penyusunannya mempertimbangkan golongan jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi karyawan.

Struktur dan skala upah tersebut itu juga wajib diberitahukan kepada seluruh pegawai atau karyawan secara perorangan.

Sanksi bagi perusahaan pelanggar

Aturan PP Nomor 36 Tahun 2021 tersebut bertujuan agar sistem upah yang lebih adil, transparan, dan berbasis kinerja.

Sedangkan jika melanggar, perusahaan akan dikenakan sanksi oleh pemerintah. Namun sanksi yang diberikan adalah sanksi administratif, bukan denda.

“Akan dikenai sanksi administratif apabila melanggar yang nantinya dilakukan secara bertahap,” tutur Sunardi.

Ketentuan pemberian sanksi administratif tersebut termaktub dalam Pasal 79 PP Nomor 36 Tahun 2021.

Baca Juga: Tenggat 24 Desember, Dewan Pengupahan DKI Mulai Sidang Bahas Alfa UMP Besok

Sanksi administratif yang dimaksud berupa:

  • Teguran tertulis
  • Pembatasan kegiatan usaha
  • Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
  • Pembekuan kegiatan usaha.
Menurut Pasal 80 PP Nomor 36 Tahun 2021, pengenaan sanksi administrasitf diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan pengawas ketenagakerjaan yang berasal dari:

  • Pengaduan
  • Tindak lanjut hasil pengawasan ketenagakerjaan.
Sementara ketentuan struktur dan skala upah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 1 Tahun 2017.

Berdasarkan peraturan tersebut, struktur dan skala upah disusun mulai dari jabatan terendah hingga tertinggi atau sebaliknya.

Struktur dan skala upah itu juga memuat kisaran nilai nominal upah dari terkecil sampai dengan terbesar untuk setiap golongan jabatan.

“Upah yang tercantum dalam struktur dan skala upah merupakan upah pokok,” bunyi Pasal 3 ayat (1) Permenaker Nomor 1 Tahun 2017.

Selanjutnya: Peluang Sinergi dan Tantangan Integrasi Pasca Moratelindo Merger dengan MyRepublic

Menarik Dibaca: Promo Es Krim Alfamart 16-31 Desember 2025, Campina Korean Series Beli 2 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News