Kemenangan Nicolas Maduro Sebagai Presiden Venezuela Memicu Protes Besar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemilu Venezuela tahun 2024 telah menjadi topik yang sangat kontroversial, menimbulkan gelombang protes dan kekhawatiran di seluruh negeri.

Pada 29 Juli 2024, Dewan Pemilihan Nasional (CNE) secara resmi menyatakan Presiden Nicolas Maduro sebagai pemenang pemilu. Namun, pihak oposisi mengklaim bahwa pemilu tersebut penuh dengan kecurangan.

Demonstrasi di Seluruh Negara

Setelah pengumuman hasil pemilu, rakyat Venezuela turun ke jalan-jalan untuk memprotes. Di daerah Petare, salah satu wilayah termiskin di ibu kota Caracas, demonstran meneriakkan slogan-slogan menentang presiden. Bahkan, di negara bagian Falcon, patung Hugo Chavez, pendahulu Maduro, dirobohkan oleh pengunjuk rasa.


Polisi dan anggota Garda Nasional dikerahkan dalam jumlah besar di seluruh kota. Mereka menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran, sementara kelompok paramiliter pro-Maduro, yang dikenal sebagai “colectivos,” dilaporkan menembaki para pengunjuk rasa.

Baca Juga: Nicolas Maduro Klaim Kemenangan Kontroversial dalam Pemilihan Presiden Venezuela

Pengumuman Kemenangan Maduro

CNE mengonfirmasi bahwa Maduro terpilih kembali dengan mayoritas suara untuk masa jabatan enam tahun berikutnya, dari 2025 hingga 2031. Namun, CNE tidak merilis jumlah suara dari 30.000 tempat pemungutan suara di seluruh Venezuela, yang memperburuk ketegangan politik.

Oposisi mengklaim bahwa penghitungan suara mereka menunjukkan kandidat presiden Edmundo Gonzalez mengalahkan Maduro dengan telak. Maria Corina Machado, pemimpin oposisi, mengumumkan bahwa koalisinya telah menghitung lebih dari 70 persen suara yang menunjukkan kemenangan Gonzalez.

Seruan dari PBB dan Pengamat Internasional

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyerukan transparansi penuh dan publikasi tepat waktu dari hasil pemilu. Pusat Carter, yang mengirim tim pengamat pemilu ke Venezuela, juga mendesak CNE untuk segera menerbitkan hasil pemilihan presiden per TPS.

Sembilan negara Amerika Latin meminta pertemuan darurat Dewan Tetap Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) terkait hasil pemilu ini. Pemerintah Panama, misalnya, menangguhkan hubungan diplomatik dengan Venezuela sampai tinjauan lengkap terhadap catatan pemungutan suara dan sistem komputer pemungutan suara dilakukan.

Krisis Ekonomi yang Berkelanjutan

Maduro, yang pertama kali berkuasa pada 2013 setelah kematian mentornya, Hugo Chavez, telah memimpin Venezuela melalui krisis ekonomi yang parah. Sanksi internasional dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara-negara lain telah memperburuk kondisi industri minyak yang sudah terpuruk.

Banyak warga Venezuela, seperti Dalia Romero dan Ender Nunez, menyatakan kekecewaan mereka terhadap hasil pemilu yang dianggap curang. Mereka mengungkapkan keputusasaan dan ketidakpercayaan terhadap masa depan negara di bawah pemerintahan Maduro.

Baca Juga: Harga Minyak Stabil Pasca Serangan Dataran Tinggi Golan

Eksodus Warga Venezuela

Krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan diperkirakan akan memicu gelombang eksodus baru dari Venezuela. Banyak warga yang kehilangan harapan akan memilih mencari stabilitas ekonomi dan kebebasan politik di negara lain.

Meskipun komunitas internasional memiliki sedikit kekuatan langsung untuk mengubah situasi di Venezuela, tekanan internasional dapat membantu meredakan situasi yang berpotensi meledak dan memastikan keselamatan anggota oposisi utama.

Editor: Handoyo .