KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan mata uang garuda masih menghadapi berbagai tantangan ke depan, terutama dengan hasil pilpres dan menanti arah kebijakan moneter The Fed. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS 2024 membawa sejumlah dampak signifikan bagi perekonomian dan pasar keuangan Indonesia, khususnya terkait kebijakan proteksionis, hubungan dagang AS-China, dan potensi penguatan USD kedepannya. Josua menjelaskan bahwa Trump berpotensi kembali mengeluarkan kebijakan proteksionis melalui tarif yang lebih tinggi, terutama pada impor dari China. Kebijakan ini berpotensi memperburuk ketegangan dagang antara AS dan China, yang kemudian dapat memberikan tekanan tambahan bagi negara-negara berkembang di Asia, termasuk Indonesia.
"Ekspor Indonesia yang terkait dengan rantai pasok global mungkin akan mengalami tekanan margin," kata Josua kepada KONTAN, (6/10). Alhasil dampaknya tentu saja membuat dolar akan berlanjut menguat dan rupiah tertekan. Pada hari ini saja, reaksi pasar terhadap potensi kemenangan Trump membuat rupiah terpental ke Rp 15.830 per dollar AS di tengah penguatan dollar indeks sekitar 1,28% hingga penutupan sesi perdagangan Asia.
Baca Juga: Inflasi Global Terkendali, Ruang Penurunan BI Rate Terbuka Lebar di 2025 Di tambah ketegangan geopolitik yang meningkat dan kebijakan fiskal AS yang ekspansif bisa mendorong permintaan akan dolar, sehingga akan berpotensi mendorong penguatan dolar lebih lanjut lagi kedepannya. Dengan demikian, faktor tersebut dapat membatasi ruang bagi Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Josua menuturkan, sekalipun The Fed mungkin tetap melanjutkan penurunan suku bunga, tetapi kemenangan Trump pada pilpres 2024 ini bisa membuat langkah bank sentral global akan lebih berhati-hati. Sementara, Sumber Kontan.co.id di Pasar Modal dan Keuangan mengatakan kemenangan Trump akan membawa tekanan bagi nilai tukar rupiah hanya dalam jangka pendek. Dengan kemenangan Trump ini sebenarnya sudah terprediksi akan membuat rupiah kembali jatuh. Sebelumnya ketika BI memangkas suku bunga pada September membuat rupiah sempat menguat ke level Rp15.100–15.200, menurutnya hal itu terlalu cepat. Sebab penguatan mendadak akan kembali melemahkan rupiah, dan benar saja, rupiah kemudian kembali ke level Rp15.800-an, walaupun memang karena kemenangan Trump. Dengan pergerakan rupiah yang seperti ini tentu akan berdampak ke keputusan RDG BI bulan ini. Menurutnya dengan kondisi tersebut, keputusan BI memangkas rupiah akan mundur ke Desember. Di sisi lain, pasar menunggu rapat FOMC pada Jumat ini dengan eksptasi
rate cut 25 bps. "Jika The Fed melakukan
hawkish rate cut kemungkinan akan ada tekanan tambahan pada rupiah. Namun, jika dovish, ada peluang tekanan rupiah mereda," katanya kepada KONTAN, Rabu (6/10). Sehingga ia memprediksi pada November rupiah tetap melemah. Tetapi pada Desember rupiah diramal bisa bergerak stabil dengan target di Rp 15.500 per dolar AS, namun perlu dicatat apabila BI melakukan pemangakasan suku bunga. Sementara Josua memprediksi rupiah di akhir tahun di kisaran Rp 15.500-Rp 15.600 per dolar karena market masih memperkirakan penurunan suku bunga The Fed pada November dan Desember setelah kemenangan Trump.
Baca Juga: Arah Rupiah pada Rabu (6/11) Tergantung pada Sentimen Hasil Pilpres AS Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati