Kemendag Buka Suara Soal Kebijakan Impor Produk Tekstil dan Batik



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 36 tahun 2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor menuai polemik. Pasalnya, dalam aturan tersebut melegalkan impor tekstil dan produk tekstil batik dan motif batik.

Direktur impor Ditjen Perdagangan luar negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arif Sulisty akhirnya buka suara terkait kebijakan impor tersebut.  

Arif mengeklaim bahwa Pengaturan Ketentuan Impor TPT Batik dan Motif Batik ini justru dalam rangka agar Indonesia tidak dibanjiri oleh batik produksi luar (impor). 


Baca Juga: Kemendag Longgarkan Impor Produk Tekstil Batik, Pengamat Khawatirkan Nasib IKM

"Kalau tidak di atur ini akan banjir produk impor," ujar Arif saat dihubungi KONTAN di Jakarta, Selasa (19/12).

Kata dia, Kemendag sangat mendukung penggunaan produk dalam negeri khususnya terkait dengan produk Batik dan Motif Batik. 

Berdasarkan Permendag 36/2023, untuk bisa mengimpor TPT Batik dan Motif Batik pelaku usaha harus memenuhi persyaratan antara lain harus memiliki NIB yang berlaku sebagai API.

"Serta harus mendapatkan rekomendasi atau pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian," jelas dia.

Selain itu, pemerintah juga membatasi pelabuhan masuk untuk impor TPT Batik dan Motif Batik hanya melalui pelabuhan laut: Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno Hatta di Makassar; dan pelabuhan udara Soekarno Hatta di Tangerang. 

"Demikian halnya juga untuk pengaturan impor TPT Batik dan Motif Batik untuk instansi pemerintah," ungkapnya.

Arif menegaskan bahwa Kemendag akan sangat secara selektif memberikan ijin impornya pertimbangan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan batik. 

Pengaturan ini dalam rangka agar Indonesia tidak dibanjiri oleh batik produksi asal impor dari luar negeri.

"Pengaturan impor TPT Batik dan Motif Batik baik pada pelaku usaha dan instansi pemerintah sudah diatur dalam permendag-permendag sebelumnya dan selama ini belum pernah diterbitkan ijin impornya," pungkasnya.

Baca Juga: Aturan Terbaru Kementerian Perdagangan, Impor Lebih Longgar Bagi Pebisnis Besar

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengkhawatirkan nasib para pengrajin batik yang mayoritas merupakan industri kecil menengah (IKM).

"Point tersebut di khawatirkan memberikan celah untuk masuknya kain bermotif batik dan akan berdampak kepada pengrajin Batik yg mayoritas adalah IKM," ujar Jemmy saat dihubungi Senin (18/12).

Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal menilai kebijakan tersebut sangat tidak tepat.

Pasalnya, pemerintah yang seharusnya memenuhi kebutuhan akses pasar untuk para produsen produsen dalam negeri, justru mereka sendiri yang memotong akses tersebut.

"Nah ini yang kalau menurut saya memang tidak tepat. Karena sektor bisnis yang sekarang itu justru membutuhkan akses pasar lebih luas di dalam negeri di tengah keterbatasan atau penurunan dari luar negeri salah satunya adalah textil dan produk textil," ujar Faisal kepada Kontan.

Pasalnya, permintaan expor textil dalam negeri mengalami penurunan yang cukup drastis dalam setahun terakhir.

"Harusnya pemerintah mengarahkan untuk akses pasar alternatif salah satunya yang dilakukan adalah pasar dalam negeri," ujar dia.

"Seharusnya APBN prioritas penggunaannya untuk produk lokal, karena jika textil terutama batik kan produsennya banyak di dalam negeri kita," pungkasnya.

Baca Juga: Peluang Sewa Pakaian demi Fesyen Berkelanjutan

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Law and Economic Studies (Celios), Nailul Huda menilai kebijakan itu cacat secara hukum. 

"Pemerintah menggunakan barang impor saja sudah aneh, apalagi batik yang sudah jelas memiliki nilai dan sejarah di Indonesia," ujar Huda kepada kontan.

Kata dia, impor batik atau kain bermotif batik ini sudah terjadi cukup lama. Impor batik dari China sangat kencang sekali dan sudah menutup puluhan produsen batik dalam negeri. 

Tapi memang pengendaliannya hanya sebatas “diperketat”, bukan dilarang. Harusnya jika dilarang untuk masuknya batik atau kain bermotif batik dari Luar Negeri, terutama dari China. 

"Pemerintah harus lebih menghargai produsen-produsen batik yang sudah beroperasi lama. Mereka membuat batik dengan seni dan kelihaian tangan, bukan dari “print”," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .