Kemendag masih inventarisir masalah dalam mengatur predatory pricing e-commerce



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih melakukan inventarisir masalah dalam mengatur harga perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce.

Pembahasan masih dilalukan dalam lingkup internal Kemendag. Meski begitu, nantinya akan dilakukan diskusi dengan pemangku kepentingan seperti penyedia layanan e-commerce dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Untuk pengaturan ini kita masih inventarisir dulu hal-hal yang perlu," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Syailendra, saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (18/3).


Sebagai informasi, saat ini pemerintah telah memiliki sejumlah aturan terkait dengan pelaksanaan e-commerce. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2019 tentang PMSE.

Baca Juga: Ini empat rekomendasi ADB untuk tingkatkan penerimaan pajak negara di Asia Tenggara

Beleid tersebut telah memiliki aturan turunan yakni Peraturan Menteri Perdagangan nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Kepastian untuk tak merugikan UMKM tersebut akan dilihat dari aturan yang ada.

Pada beleid tersebut diatur mengenai kewajiban PMSE untuk mengutamakan produk dalam negeri. Pada pasal 24 juga disebutkan bahwa fasilitas promosi barand dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri bisa dilakukan dengan berbagai cara.

Salah satunya adalah pemberian diskon atau potongan harga dan/atau biaya ongkos kirim bagi produk dalam negeri. Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga mendorong pengawasan tindakan yang merugikan dalam penjualan melalui e-commerce.

"Jika ada praktik perdagangan digital yang berperilaku tidak adil terhadap UMKM harus segera diatur dan harus segera diselesaikan," tegas Jokowi.

Perdagangan digital disebut Jokowi harus memberi dampak bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dengan bantuan digital tersebut, diharapkan UMKM dapat naik kelas.

Selanjutnya: Banjir praktik cross-border ilegal di platform e-commerce, ini kata pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli