KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36 Tahun 2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor. Regulasi ini menuai pro kontra. Salah satunya ihwal ketentuan impor tekstil dan produk tekstil batik dan motif batik untuk keperluan instansi atau lembaga kementrian atau kepentingan umum. Merespon hal ini, Direktur impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arif Sulisty menegaskan Kementerian Perdagangan akan sangat selektif memberikan izin terkait impor tekstil dan produk tekstil (TPT) batik untuk kebutuhan instansi.
"Hal ini mempertimbangkan karena negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan batik," kata Arief pada Kontan.co.id, Rabu (20/12). Menurut Arief, pengaturan impor TPT produk batik ini agar Indonesia tidak dibanjiri oleh batik produksi asal impor dari luar negeri. Arief juga megeaskan, selama ini Kemendag belum pernah menerbitkan izin impor untuk TPT produk batik pada pada pelaku usaha dan instansi pemerintah, meskipun sebenarnya aturan ini sudah ada dalam permendag-permendag sebelumnya. "Pengaturan impor TPT batik dan motif batik baik pada pelaku usaha dan instansi pemerintah sudah diatur dalam permendag-permendag sebelumnya. Tapi kami belum pernah menerbitkan izin impornya," imbuhnya Arief.
Baca Juga: Kemendag Buka Suara Soal Kebijakan Impor Produk Tekstil dan Batik Sebelumnya, poin pengaturan impor impor tesktil dan produk tekstil batik dan motif batik untuk keperluan instansi atau lembaga kementerian atau untuk kepentingan umum ini mendapatkan kecaman dari pelaku usaha. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengkhawatirkan nasib para pengrajin batik yang mayoritas merupakan industri kecil menengah (IKM). "Poin tersebut dikhawatirkan memberikan celah untuk masuknya kain bermotif batik dan akan berdampak kepada pengrajin batik yang mayoritas adalah IKM," ujar Jemmy saat dihubungi Senin (18/12). Selain itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal menilai kebijakan tersebut sangat tidak tepat. Pasalnya, pemerintah yang seharusnya memenuhi kebutuhan akses pasar untuk para produsen produsen dalam negeri, justru mereka sendiri yang memotong akses tersebut.
"Nah ini yang kalau menurut saya memang tidak tepat. Karena sektor bisnis yang sekarang itu justru membutuhkan akses pasar lebih luas di dalam negeri ditengah keterbatasan atau penurunan dari luar negeri salah satunya adalah tekstil dan produk tekstil," ujar Faisal. Pasalnya, permintaan ekspor tekstil dalam negeri mengalami penurunan yang cukup drastis dalam setahun terakhir. "Harusnya pemerintah mengarahkan untuk akses pasar alternatif salah satunya yang dilakukan adalah pasar dalam negeri," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat