Kemendag Tanggapi Ramainya Kasus Rangka eSAF Motor Honda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) turut memberikan komentar terkait kasus yang tengah ramai dialami oleh pemilik sepeda motor Honda.

Seperti diketahui, beberapa konsumen melalui media sosial mengeluhkan rangka eSAF (Enhanched Smart Architecture Frame) motor Honda yang berkarat hingga akhirnya patah.

Plt Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Moga Simatupang, mengatakan berdasarkan hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Ditjen PKTN. PKN mencatat terdapat dua kendaraan bermotor yang patah.


"Satu kendaraan bermotor di Muara Karang yang dibeli tahun 2013 mengalami patah akibat korosi dan ini bukan produk yang menggunakan rangka eSAF," kata Moga saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (25/8).

Baca Juga: Ramai Kasus Rangka eSAF Motor Honda, YLKI Desak AHM Lakukan Investigasi

Seperti diketahui, eSAF merupakan teknologi rangka yang diluncurkan pada 2019. Awalnya, hanya Honda Genio saja yang mengusung rangka eSAF. Namun kemudian, Beat, Scoopy, sampai Vario 160 ikut memakai sasis tersebut.

Moga melanjutkan, satu kasus produk kendaraan bermotor ditemukan di Lampung pembelian tahun 2019 dan telah dilakukan penggantian rangka. Menurutnya, penyebab patahnya casis kendaraan bermotor di Lampung masih dalam tahap investigasi pihak Astra Honda Motor (AHM).

"Bagi konsumen yang mengalami kerusakan casis eSAF, pihak AHM membuka call center 1500989," ujar Moga.

Sementara itu, pengamat otomotif Bebin Djuana berpandangan jika keluhan ini dalam jumlah yang tidak banyak maka masuk katagori kasus, jika jumlahnya mencapai 5% dari penjualan masuk ke recall.

Baca Juga: Menilik Pengaruh Kehadiran Honda Terhadap Pasar Motor Listrik Indonesia

"Biasanya begitu. Persiapan recall harus matang karena mempersiapkan Parts pengganti hingga ke seluruh network," jelasnya kepada Kontan.co.id.

Bebin menambahkan, investigasi yang mendalam penyebab masalah ini harus dilakukan karena menyangkut reputasi brand. Dalam era keterbukaan sekarang ini, memang tidak mudah karena bisa menjadi black campaign di market, tapi menutupinya jelas mencederai brand untuk jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .