KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi X DPR RI mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) membentuk tim satuan tugas (Satgas) tanggap darurat perlindungan dan advokasi kepada para korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok program magang (ferienjob) yang dialami para mahasiswa Indonesia di Jerman. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai tim ini perlu segera dibentuk untuk memberikan pendampingan terhadap korban baik secara psikologis maupun pendampingan hukum. Selain itu, tim ini juga bisa mempercepat identifikasi para mahasiswa yang terlanjur berangkat ke Jerman mengikuti ferienjob dari berbagai kampus. Selanjutnya, tim tersebut menginventarisasi persoalan yang muncul.
"Kemendikbudristek mestinya mengambil alih kasus ini jadi masalah pendidikan dan buat tim untuk menertibkan, bukan langsung menjadi masalah hukum," jelas Fikri dalam keteranganya, Minggu (31/3). Baca Juga: Arus Pengungsi Rohingya Meningkat, Pemerintah Duga Kuat Ada Jaringan TPPO Fikri menilai adanya TPPO berkedok magang ini menjadi bukti lemahnya pengawasan sekaligus kewaspadaan pihak penyelenggara pendidikan mulai dari tingkat menteri hingga rektorat kampus. Terlebih, menurut info terakhir yang dirinya terima dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), ada sekitar 1.900 orang yang dikirim ke luar negeri secara ilegal melalui program magang ini. Sebab itu, dirinya mempertanyakan sikap jajaran pejabat tinggi Kemendikbudristek. "Kemana pihak Irjen, Dirjen Dikti, hingga LLDIKTI sampai kasus ini melebar begitu luas dan massif?," tanyanya. Sebagai informasi, kasus ini terjadi saat adanya peluncuran program magang ke Jerman oleh oknum tertentu yang dibungkus seolah-olah seperti bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Diketahui, program ini berlangsung di sejumlah kampus swasta maupun negeri. Beberapa oknum perjalanan untuk magang ke luar negeri dan karyawan kampus menawarkan program ini secara langsung kepada mahasiswa dengan mengimingi gaji besar dan konversi nilai SKS. Akan tetapi, biaya akomodasi ditanggung secara mandiri, baik secara tunai maupun pinjaman berjangka waktu. Belakangan terungkap, program tersebut merugikan mahasiswa, dianggap penipuan, bahkan diduga polisi sebagai TPPO. Baca Juga: Satgas TPPO Terima Laporan 848 Kasus Periode 5 Juni-24 September 2023