KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah selesai dengan pemberian hak Pengelolaan Bandara Banyuwangi, kini Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan akan memberikan hak pengelolaan 7 Bandara Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Ditjen Perhubungan Udara kepada Angkasa Pura (AP) II. Keputusan ini berdasarkan atas hasil rapat koordinasi Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN pada tanggal 15 Januari 2018 terkait dengan Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) Aset Bandara UPBU NON BLU dan Kerja Sama Operasi (KSO) Aset UPBU BLU. Proposal 7 rencana kerja sama (KSO dan KSP) yang diajukan oleh PT AP II harus dituntaskan dalam waktu 2 bulan dari sekarang. Adapun 7 Bandara UPBU yang akan bekerja sama terdiri dari 3 Bandara dengan pola Kerjasama Pemanfaatan (KSP) dan 4 Bandara dengan pola Kerjasama Operasi (KSO). Tiga Bandara KSP itu adalah Bandar Udara Maimun Saleh Sabang, Bandar Udara F.L Tobing Sibolga, dan Bandar Udara Tjilik Riwut Palangkaraya. Sedangkan empat Bandara KSO adalah : Bandar Udara Fatmawati Bengkulu, Bandar Udara Radin Inten II Lampung, Bandar Udara HAS Hanandjoeddin Belitung, dan Bandar Udara Sentani Jayapura. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tujuan kerja sama ini adalah agar bandara yang dikerjasamakan bisa berkembang dengan baik dan pelayanan kepada penumpang juga turut meningkat. Selain itu, dana pengembangan bandara yang selama ini berasal dari APBN dapat disalurkan ke sektor yang lebih membutuhkan seperti bandara-bandara terdalam- terluar - terpencil, angkutan perintis, dan sebagainya. “Dengan demikian, kita mendapat beberapa manfaat. Di antaranya dapat menghemat pengeluaran dari sumber APBN. Selain itu pelimpahan operasional kepada operator bandara dalam hal ini PT Angkasa Pura II dapat memberikan dampak yang baik bagi pelayanan kepada pengguna jasa bandara seperti penumpang, maskapai, tenant di terminal, dan sebagainya,“ ujar Budi dalam keterangan resminya, Selasa (16/1). Sementara itu Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan bandara-bandara yang akan dikerjasamakan baik dari sisi udara maupun dari sisi darat sesuai dengan aturan penerbangan yang berlaku. “Kami telah menugaskan Direktorat Bandar Udara dan Direktorat Keamanan Penerbangan untuk mempersiapkan dan mendukung agar bandara tersebut siap untuk dikerjasamakan dan dapat memberi manfaat yang lebih baik kepada semua pihak secara berkelanjutan,” ujar Agus. Kerja sama KSO dan KSP ini mengacu kepada UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terutama pasal 232 tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara. Kerjasama KSP adalah kerjasama untuk mendapatkan revenue stream Jasa Kebandarudaraan (aero) dan Jasa Terkait Bandar Udara (non aero). Sedangkan KSO adalah kerja sama untuk mendapatkan revenue stream non aero saja. Jasa Kebandarudaraan (aero) meliputi pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan Pesawat Udara; Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara; Pelayanan Jasa Kargo dan Pos Pesawat Udara; Jasa Penyediaan tempat pelaporan keberangkatan (Check-in Counter); dan Pelayanan garbarata (aviobridge). Pelayanan jasa aero ini dapat diinvestasikan oleh mitra namun pengelolaan tetap dilaksanakan oleh UPBU BLU dengan kompensasi kepada mitra diberikan hak pengelolaan pada area komersial (Jasa Terkait). UPBU BLU tetap bertanggung jawab terhadap pengelolaan jasa kebandarudaraan. Tarif atas pelayanan jasa kebandarudaraan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Sedangkan Jasa terkait Bandar Udara (non aero) terdiri dari Penyediaan hanggar pesawat udara, Penyediaan Perbengkelan pesawat udara, Penyediaan Pergudangan, Penunjang kegiatan pelayanan penumpang dan barang, seperti toko, restoran, parkir kendaraan, hotel, dan lain-lain, serta yang bisa memberikan nilai tambah, seperti fasilitas tempat bermain, perkantoran, periklanan, dan sebagainya. Untuk jasa terkait Bandar Udara (non aero) ini dapat dikerjasamakan dengan ataupun tanpa investasi. Tarif atas pelayanan jasa terkait Bandar Udara ditetapkan Direktur BLU bersama Mitra.
Kemenhub akan berikan hak kelola 7 bandara kepada AP II
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah selesai dengan pemberian hak Pengelolaan Bandara Banyuwangi, kini Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan akan memberikan hak pengelolaan 7 Bandara Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Ditjen Perhubungan Udara kepada Angkasa Pura (AP) II. Keputusan ini berdasarkan atas hasil rapat koordinasi Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN pada tanggal 15 Januari 2018 terkait dengan Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) Aset Bandara UPBU NON BLU dan Kerja Sama Operasi (KSO) Aset UPBU BLU. Proposal 7 rencana kerja sama (KSO dan KSP) yang diajukan oleh PT AP II harus dituntaskan dalam waktu 2 bulan dari sekarang. Adapun 7 Bandara UPBU yang akan bekerja sama terdiri dari 3 Bandara dengan pola Kerjasama Pemanfaatan (KSP) dan 4 Bandara dengan pola Kerjasama Operasi (KSO). Tiga Bandara KSP itu adalah Bandar Udara Maimun Saleh Sabang, Bandar Udara F.L Tobing Sibolga, dan Bandar Udara Tjilik Riwut Palangkaraya. Sedangkan empat Bandara KSO adalah : Bandar Udara Fatmawati Bengkulu, Bandar Udara Radin Inten II Lampung, Bandar Udara HAS Hanandjoeddin Belitung, dan Bandar Udara Sentani Jayapura. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tujuan kerja sama ini adalah agar bandara yang dikerjasamakan bisa berkembang dengan baik dan pelayanan kepada penumpang juga turut meningkat. Selain itu, dana pengembangan bandara yang selama ini berasal dari APBN dapat disalurkan ke sektor yang lebih membutuhkan seperti bandara-bandara terdalam- terluar - terpencil, angkutan perintis, dan sebagainya. “Dengan demikian, kita mendapat beberapa manfaat. Di antaranya dapat menghemat pengeluaran dari sumber APBN. Selain itu pelimpahan operasional kepada operator bandara dalam hal ini PT Angkasa Pura II dapat memberikan dampak yang baik bagi pelayanan kepada pengguna jasa bandara seperti penumpang, maskapai, tenant di terminal, dan sebagainya,“ ujar Budi dalam keterangan resminya, Selasa (16/1). Sementara itu Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan bandara-bandara yang akan dikerjasamakan baik dari sisi udara maupun dari sisi darat sesuai dengan aturan penerbangan yang berlaku. “Kami telah menugaskan Direktorat Bandar Udara dan Direktorat Keamanan Penerbangan untuk mempersiapkan dan mendukung agar bandara tersebut siap untuk dikerjasamakan dan dapat memberi manfaat yang lebih baik kepada semua pihak secara berkelanjutan,” ujar Agus. Kerja sama KSO dan KSP ini mengacu kepada UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terutama pasal 232 tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara. Kerjasama KSP adalah kerjasama untuk mendapatkan revenue stream Jasa Kebandarudaraan (aero) dan Jasa Terkait Bandar Udara (non aero). Sedangkan KSO adalah kerja sama untuk mendapatkan revenue stream non aero saja. Jasa Kebandarudaraan (aero) meliputi pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan Pesawat Udara; Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara; Pelayanan Jasa Kargo dan Pos Pesawat Udara; Jasa Penyediaan tempat pelaporan keberangkatan (Check-in Counter); dan Pelayanan garbarata (aviobridge). Pelayanan jasa aero ini dapat diinvestasikan oleh mitra namun pengelolaan tetap dilaksanakan oleh UPBU BLU dengan kompensasi kepada mitra diberikan hak pengelolaan pada area komersial (Jasa Terkait). UPBU BLU tetap bertanggung jawab terhadap pengelolaan jasa kebandarudaraan. Tarif atas pelayanan jasa kebandarudaraan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Sedangkan Jasa terkait Bandar Udara (non aero) terdiri dari Penyediaan hanggar pesawat udara, Penyediaan Perbengkelan pesawat udara, Penyediaan Pergudangan, Penunjang kegiatan pelayanan penumpang dan barang, seperti toko, restoran, parkir kendaraan, hotel, dan lain-lain, serta yang bisa memberikan nilai tambah, seperti fasilitas tempat bermain, perkantoran, periklanan, dan sebagainya. Untuk jasa terkait Bandar Udara (non aero) ini dapat dikerjasamakan dengan ataupun tanpa investasi. Tarif atas pelayanan jasa terkait Bandar Udara ditetapkan Direktur BLU bersama Mitra.