JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meminta seluruh sekolah penerbangan mengajukan permohonan keringanan pajak penjualan barang mewah (PPn BM) sebesar 50%. Jika memang menganggap pajak yang dikenakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut memberatkan biaya operasi sekolah tersebut."Pengelola sekolah penerbangan sebaiknya mengajukan permohonan keringanan pajak tersebut melalui Kemenhub. Untuk kemudian kami mengajukan rekomendasi pemberian keringanan ke Kemenkeu," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumay, Jum'at (19/3).Ditjen Perhubungan Udara, kata Herry, bisa memastikan peruntukkan pesawat yang didatangkan oleh sekolah penerbangan, memang digunakan untuk keperluan latihan pilot. "Karena dalam aturan tersebut, pesawat yang tidak dikenai pajak hanya yang digunakan untuk keperluan negara dan angkutan udara niaga. Sehingga yang digunakan untuk latihan penerbangan tetap dikenakan, padahal bukan untuk keperluan pribadi. Kalau dipakai untuk pribadi baru menjadi barang mewah," jelasnya.Pengenaan pajak barang mewah mengacu pada Pasal 1 ayat (5) huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2003 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Bahwa impor pesawat udara dikenakan pajak dengan tarif 50% kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga. Pajak barang mewah ini lah yang mengakibatkan biaya sekolah pesawat cukup tinggi di Indonesia.Sebelumnya Kepala Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug Darwis Amini berpendapat, bahwa Ditjen Pajak seharusnya membebaskan pajak karena pesawat yang didatangkannya untuk kepentingan pendidikan. “Ini kan untuk mendidik putera-putera bangsa, masa harus membayar lagi. Setahu saya Kementerian Pendidikan menetapkan bahwa kalau pesawat digunakan untuk pendidikan maka bebas pajak," kata Darwis.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kemenhub Minta Sekolah Penerbangan Ajukan Permohonan Keringanan Bea Masuk Pesawat Latih
JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meminta seluruh sekolah penerbangan mengajukan permohonan keringanan pajak penjualan barang mewah (PPn BM) sebesar 50%. Jika memang menganggap pajak yang dikenakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut memberatkan biaya operasi sekolah tersebut."Pengelola sekolah penerbangan sebaiknya mengajukan permohonan keringanan pajak tersebut melalui Kemenhub. Untuk kemudian kami mengajukan rekomendasi pemberian keringanan ke Kemenkeu," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumay, Jum'at (19/3).Ditjen Perhubungan Udara, kata Herry, bisa memastikan peruntukkan pesawat yang didatangkan oleh sekolah penerbangan, memang digunakan untuk keperluan latihan pilot. "Karena dalam aturan tersebut, pesawat yang tidak dikenai pajak hanya yang digunakan untuk keperluan negara dan angkutan udara niaga. Sehingga yang digunakan untuk latihan penerbangan tetap dikenakan, padahal bukan untuk keperluan pribadi. Kalau dipakai untuk pribadi baru menjadi barang mewah," jelasnya.Pengenaan pajak barang mewah mengacu pada Pasal 1 ayat (5) huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2003 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Bahwa impor pesawat udara dikenakan pajak dengan tarif 50% kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga. Pajak barang mewah ini lah yang mengakibatkan biaya sekolah pesawat cukup tinggi di Indonesia.Sebelumnya Kepala Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug Darwis Amini berpendapat, bahwa Ditjen Pajak seharusnya membebaskan pajak karena pesawat yang didatangkannya untuk kepentingan pendidikan. “Ini kan untuk mendidik putera-putera bangsa, masa harus membayar lagi. Setahu saya Kementerian Pendidikan menetapkan bahwa kalau pesawat digunakan untuk pendidikan maka bebas pajak," kata Darwis.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News