Kemenhub sosialisasi PM 26 tentang angkutan online



JAKARTA. Pada awal April lalu, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2017 yang mengatur tentang tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, baru saja ditetapkan. Terkait hal itu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat mengedukasi masyarakat dengan melaksanakan sosialisasi di kantor Kementerian Perhubungan.

Sosialisasi PM 26/2017 dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Pudji Hartanto. "Peraturan ini sudah dikaji dan menghasilkan revisi yang dituangkan dalam PM 26 tahun 2017 dan sudah diundangkan di Kementerian Hukum dan HAM," ujar Pudji.

Pudji menjelaskan, pasca ditetapkannya PM 26/2017 itu, beredar isu akan terjadi gejolak penolakan di masyarakat. Menurutnya, rumor tersebut adalah hoax. "Sampai dengan saat ini, kondisi aman, kondusif dan tidak ada hal yang menonjol. Hal ini sebagai wujud kedewasaan masyarakat dalam menyikapi suatu hal," kata Pudji dalam keterangan resminya, Jumat (7/4).


Tujuan dari penetapan pelaksanaan PM 26/2017 adalah pemerintah ingin melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat secara keseluruhan baik itu pengguna jasa angkutan, perusahaan angkutan konvensional, dan perusahaan angkutan online.

Oleh karena itu, setelah penetapan aturan tersebut, pemerintah menilai diperlukan adanya masa transisi sehingga kebijakan tersebut bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat.

"Hal lain diharapkan agar tercipta kolaborasi dan masing-masing pihak melakukan introspeksi untuk perbaikan terhadap pelayanan angkutan secara keseluruhan," ungkap Pudji.

Ada beberapa materi yang penerapannya mengalami masa transisi. Untuk transisi dua bulan di antaranya: akses digital dashboard, stiker dan KIR. Pudji bilang, untuk akses digital dashboard perlu sinkronisasi IT Kementerian Kominfo dengan Kemenhub.

"Sedangkan untuk stiker, perlu kualitas dan akuntabilitas dengan menggunakan barcode/RFID. Adapun KIR dipersiapkan untuk peningkatan kualitas dan pelayanan, salah satunya kerjasama pihak swasta/APM," jelas Pudji.

Kemudian empat poin yang memerlukan masa transisi tiga bulan yaitu tarif, kuota, STNK dan pajak. Khusus untuk tarif dan STNK, diperlukan usulan dari masing-masing daerah yang akan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atas hasil kajian/analisa. Sedangkan untuk STNK dan pajak perlu proses penyesuaian karena melibatkan Polri dan Kementerian Keuangan secara teknis," lanjutnya.

Sebagai tanda bahwa kendaraan tersebut digunakan sebagai angkutan online, akan diberi tanda berupa stiker sebagai tanda pencegahan dari tindakan pelanggaran. Stiker khusus ini dibuat dengan teknologi RFID, untuk mempermudah pengawasan dan pengidentifikasian.

Saat ini, Polri juga sedang membahas identitas kendaraan melalui TNKB khusus bagi angkutan sewa online. "Pihak kepolisian sedang memikirkan tiga huruf yang tepat di TNKB," ujar Pudji.

Selanjutnya, jelas Pudji, SIM yang disyaratkan bagi pengemudi angkutan sewa khusus adalah Sim A umum. Per 1 April 2017, pengemudi tersebut harus menggunakan SIM A umum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie