Kemenkes dan Kemendikbud Ristek Sepakati SKB untuk Penuhi Kebutuhan Dokter Nasional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berupaya melakukan akselerasi pemenuhan kebutuhan dokter spesialis melalui skema Sistem Kesehatan Akademik atau Academic Health System (AHS). Salah satu strategi yang dijalankan dalam meningkatkan pemenuhan tenaga dokter di nasional adalah melalui peningkatan kuota mahasiswa dan penambahan program studi.

Oleh sebab itu, Komite bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menyusun surat keputusan bersama (SKB) keputusan bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bersama Menteri Kesehatan, tentang peningkatan kuota penerimaan mahasiswa program sarjana kedokteran, program dokter spesialis dan penambahan program studi dokter spesialis melalui sistem kesehatan akademik.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kemenkes baru saja meluncurkan enam transformasi kesehatan. Di antaranya transformasi layanan primer, transformasi rumah sakit rujukan, sistem ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan dan teknologi kesehatan.


Berdasarkan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa idealnya dalam satu negara dibutuhkan 1/1000 populasi dokter. Artinya Indonesia memerlukan setidaknya 270.000 dokter untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan nasional.

Baca Juga: Kemenkes Buka Program Bantuan Pendidikan Dokter Spesialis & Dokter Gigi Spesialis

"Saya tanya ke dinkes-dinkes yang angkanya keluar 110.000, standar WHO 270.000. Jadi kita kurangnya 160.000 dokter. Saya selalu dibilang mereka ini soal distribusi, tapi tidak, kecuali kita enggak mau ikuti WHO. Jadi 160.000 lulusannya 92 Fakultas Kedokteran (FK) ya kita butuh 14 tahun, bisa tidak dipercepat," kata Budi dalam Penandatanganan SKB Kemenkes dan Kemendikbud Ristek secara daring, Selasa (12/7).

Jumlah tersebut belum ditambah dengan kebutuhan dokter spesialis secara nasional. Budi sempat menghitung satu RSUD standarnya terdapat 7 dokter spesialis. Dan jika merunut standar tersebut maka Indonesia kekurangan sekitar 2.200 dokter spesialis.

"Tapi kalau RSUD-nya besar misal penyakit dalamnya butuh 2 dokter spesialis naik jadi 4.437 dokter spesialis, dokter spesialis juga kita kekurangan," imbuhnya.

Maka dengan SKB yang ada saat ini, Budi berharap dapat mempercepat pencetakan SDM tenaga kesehatan terutama dokter dan dokter spesialis di Indonesia.

"Ini (AHS) ide teman-teman fakultas kedokteran. Alhamdulillah jadi saya terima kasih teman-teman dekan fakultas kedokteran atas sumbangan idenya. Mudah-mudahan ini bisa bermanfaat bukan hanya buat kita tapi buat generasi anak kita dan generasi cucu kita," ujarnya.

Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya mengatakan SKB tersebut menjadi jalan bagi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan nasional. Nantinya uji coba AHS akan dilakukan di 5 fakultas kedokteran.

Baca Juga: Pemerintah akan Angkat Tenaga Kesehatan Non ASN Jadi PPPK

"Kemenkes dan Kemendikbud telah bekerja melaksanakan program Academic Health System untuk percepatan pemenuhan dokter dan baru saja ditandatangani SKB 2 menteri. Uji coba di lima Fakultas Kedokteran UI, UNPAD, UGM, UNHAS dan Universitas Airlangga," kata Arianti.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan, hasil dari implementasi undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dimana salah satu kekhususan yang diatur pada standar nasional pendidikan kedokteran adalah implementasi kurikulum dengan pendekatan interprofesional education untuk menyiapkan pelayanan kesehatan berbasis praktis dan berbasis kolaboratif praktis.

Hasilnya, kurang dari 10 tahun sudah tampak peningkatan kualitas yang siginifikan. Yakni jumlah program studi (Prodi) kedokteran yang terakreditasi A naik lebih dari 90%, jumlah lulusan dokter per tahun meningkat 100% dari 6.000 per tahun sampai sekarang 12.000 per tahun. Dan saat ini ada 93 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia di mana 18 di antaranya menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis.

Nadiem menambahkan, untuk mengakselerasi peningkatan kapasitas Fakultas Kedokteran (FK) dan menghasilkan dokter dan dokter spesialis yang memperkuat dalam primer sekunder dan tersier, diperlukan inisiatif transformasi yang lebih besar.

"Itu yang sedang kami upayakan oleh komite bersama Kemendikbud Ristek dan Kemenkes melalui implementasi sistem kesehatan akademik yang mengedepankan kolaborasi perguruan tinggi, rumah sakit pendidikan, wahana pendidikan, Pemda masyarakat semuanya harus bekerja sama untuk ini sukses," kata Nadiem.

Salah satu strategi yang disepakati dalam sistem kesehatan akademik adalah peningkatan kuota penerimaan mahasiswa program sarjana kedokteran untuk program dokter spesialis dan penambahan program studi dokter spesialis yang dituangkan melalui SKB tersebut.

Dengan disahkan SKB ini Kemendikbud Ristek berkomitmen untuk mempercepat pemenuhan dosen yang berasal dari rumah pendidikan dengan berbagai macam inisiatif. Antara lain, pertama mengupayakan percepatan pengusulan nomor induk dosen khusus (NIDK).

Kedua, memberikan penugasan dan bimbingan teknis kepada perguruan tinggi yang diberi tugas membuka prodi baru dokter spesialis. Ketiga, memberikan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) kepada mahasiswa dokter spesialis.

Keempat, memperkuat kebijakan sistem seleksi mahasiswa dan penjaminan mutu kelulusan melalui uji kompetensi sesuai dengan standar nasional pendidikan kedokteran.

Kelima, menyusun kebijakan untuk menjamin pemenuhan hak mahasiswa kedokteran dengan komite bersama, khususnya untuk perlindungan dari segala macam perundungan, segala bentuk kekerasan seksual, pengaturan beban kerja dan pemberian insentif untuk mahasiswa program doktor spesialis yang mendukung pelayanan di RS pendidikan.

"Serta mengupayakan percepatan program adaptasi bagi diaspora yang memberikan layanan di dalam Indonesia," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi