KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan melihat adanya kecenderungan rokok elektrik dikonsumsi oleh anak di bawah umur. Dalam data yang dirilis Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, pengguna rokok elektrik terbanyak pada kelompok usia sekolah. Adapun fenomena ini sedang dicari solusinya dengan upaya pembatasan produksi dan distribusinya. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono menyatakan dampak rokok elektronik terhadap kesehatan berkaitan erat dengan kandungan bahan pada cairan (e-liquid) dan aerosol (uap) rokok elektronik. Kandungan yang berada dalam cairan tersebut berbahaya bagi kesehatan.
Baca Juga: Tiba-tiba, rokok elektrik bakal dilarang, kenapa? "Zat adiktif dan zat tambahan yang terkandung dalam vape dapat memicu atau mengakibatkan penyakit kanker, penyakit saluran pernapasan, gagal jantung, disorientasi dan hipotensi, serta berpotensi menjadi pintu masuk sebagai produk perantara untuk merokok terutama di kalangan anak dan remaja," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (11/11). Kalau melihat kategori pengguna rokok berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, cukup memberikan gambaran kecenderungan anak-anak dan remaja tertarik mencoba rokok elektrik. Hal ini disebabkan karena vape mudah didapatkan ditambah varian perisa yang menarik perhatian. Melansir data Proporsi Rokok Elektrik Yang Dihisap Penduduk, pengguna terbanyak adalah kelompok usia 10-14 tahun sebanyak 10,6%, kelompok usia 15-19 tahun sebanyak 10,5%, kelompok usia 20-24 tahun 7% dan 12,1% terbanyak pada kelompok usia sekolah. Anung menyatakan, hingga saat ini untuk data kesakitan belum ada secara eksplisit menyatakan sakit akibat rokok elektrik. Sebab saat ini masih dalam proses penelitian oleh Litbangkes. Namun, dari studi baik komposisi atau riwayat kesakitan ada data yang menunjukkan kaitannya rokok elektrik dengan angka kesakitan.
Baca Juga: Kemenko PMK: Regulasi Vape ditargetkan rampung akhir 2020 Berdasarkan studi hubungan penggunaan rokok elektrik dengan gejala pernafasan di Hongkong, ditemukan gejala gangguan pernapasan pada pelajar yang menggunakan rokok elektronik. Selain itu, studi lainnya di Amerika Serikat, juga menunjukkan bahwa penggunaan rokok elektronik berhubungan dengan risiko asma dan mempunyai hari absen sekolah karena asma berat lebih banyak. Akibat bahaya tersebut, ada beberapa poin yang diusulkan Kemenkes terkait regulasi rokok elektrik ini. Di antaranya melarang konsumsi serta membatasi distribusi. Sedangkan pengaturan produksi diharuskan adanya penempelan
pictorial health warning. Hingga saat ini, perkembangan regulasi pelarangan rokok elektrik telah diusulkan untuk diatur pada pembahasan revisi PP 109 tahun 2012 antar Kementerian terkait. Namun perlu penekanan lebih lanjut terhadap pengertian rokok elektrik yang jelas untuk menjadi ketentuan dalam pengaturannya nanti.
Adapun peran Kemenkes dalam upaya pembatasan rokok elektrik ini secara umum ada dua yakni mengadvokasi dan mengedukasi masyarakat. Peran advokasi kepada pengambil kebijakan dalam hal produksi dan distribusi.
Baca Juga: Usai kenaikan cukai, Rokok diganjal rencana revisi PP terkait produk rokok Kedua, Kemenkes akan lakukan edukasi kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi. Secara teknis dilakukan dengan pembatasan tepat merokok termasuk rokok elektrik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi