Kemenkeu Bantah Isu Indonesia Akan Bangkrut Karena Utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan membantah kabar yang menyebut bahwa Indonesia berpotensi bangkrut lantaran utang negara yang semakin menumpuk.

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan menjelaskan bahwa posisi utang pemerintah masih dalam kategori aman dan terkendali.

"Kok sering banyak berita di media seolah-olah negara kita ini dalam kondisi darurat utang. Apa benar Indonesia akan bangkrut karena utang?" ujar Deni dalam acara Sosialisasi Peran Pembiayaan APBN dan Edukasi Literasi Investasi SBN Ritel seri SBR013, Jumat (21/6).


Deni menjelaskan, posisi utang yang masih aman tersebut salah satunya terlihat dari penilaian lembaga peringkat kredit seperti S&P, Fitch,  hingga Moody's.

Lembaga peringkat kredit tersebut memasukkan Indonesia sebagai negara dengan rating sovereign pada level investment grade, yang berarti bahwa surat utang Indonesia layak untuk diinvestasikan karena kemungkinan untuk gagal bayarnya rendah.

Baca Juga: Kebijakan Pemblokiran Anggaran Tetap Berlaku Tahun Depan

Sebut saja, lembaga internasional Fitch yang mempertahankan rating kredit Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stable pada 15 Maret 2024. 

"Kalau kita lihat data selama pandemi sampai sekarang itu lebih dari 60% negara itu ratingnya diturunkan. Jadi Indonesia bisa bertahan karena ada kepercayaan dari lembaga rating bahwa kita mengelola utang dengan baik," katanya.

Selain itu, posisi utang yang aman juga terlihat dari rasio utang dari produk domestik bruto (PDB). Deni menjelaskan bahwa semakin besar PDB suatu negara, maka potensi untuk mendapatkan pajak juga semakin besar.

"Makanya kalau rasio utang dengan PDB semakin kecil, artinya negara semakin mampu untuk membayar kewajiban dalam memenuhi yang memegang utang tersebut," katanya.

Deni mengungkapkan, saat ini rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,64% berdasarkan data April 2024. Ini berbeda jika dibandingkan dengan negara Malaysia, Thailand, Filipina yang rasio utang terhadap PDB sudah berada di level 60%.

"Dan kalau di ranking, itu kita di ranking 125. Aman banget. Makin bawah makin bagus karena utang kita dinilai semakin kecil," imbuhnya.

Baca Juga: Defisit Transaksi Berjalan Diproyeksi Melebar, Ini Pemicunya

Ia juga membeberkan, lebih dari 70% utang Indonesia dalam bentuk mata uang Rupiah, sedangkan sisanya dalam mata uang asing. Artinya, kemampuan pemerintah dalam mengelola utang menjadi lebih kuat.

"Dan yang juga menarik, SBN kita di pasar domestik sebelum pandemi sekitar 38% itu dimiliki oleh investor asing. Sekarang sudah turun menjadi 15%. Artinya 85% SBN kita dipasar domestik dimiliki investor domestik, ada perbankan, asuransi, dana pensiun dan investor individu," tegas Deni.

Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), utang pemerintah hingga 30 April 2024 tercatat Rp 8.338,43 triliun.

Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut bertambah Rp 76,33 triliun atau meningkat sekitar 0,92% dibandingkan posisi utang pada akhir Maret 2024 yang sebesar Rp 8.262,1 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi