KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) super atau superdeduction tax telah diterbitkan sejak pertengahan tahun. Namun, masih ada satu lagi janji insentif pajak dari pemerintah yang belum terealisasi sampai saat ini yaitu superdeduction tax bagi wajib pajak (WP) badan yang melakukan investasi pada riset dan pengembangan (R&D).
Baca Juga: Dinilai merugikan, buruh tolak RUU Ketenagakerjaan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, rumusan insentif pajak tersebut masih dalam pembahasan. Sebab ia mengakui, Kemenkeu belum sepenuhnya memahami apa basis yang tepat untuk menentukan besaran insentif bagi investasi R&D oleh wajib pajak perusahaan. “Terus terang kami di Kemenkeu tidak paham dunia R&D ini bagaimana. Mau patokannya seperti apa, paten kah? Tapi kalau paten kan berarti nanti jadi lama sekali untuk bisa mendapatkannya (insentif),” tutur Suahasil saat menghadiri Apindo Investment and Trade Summit 2019, Selasa (15/10). Suahasil melanjutkan, pihaknya juga terus berdiskusi dengan pihak Kementerian Ristekdikti serta akademisi di kalangan universitas untuk merumuskan kebijakan superdeduction tax tersebut. Ia juga mengharapkan para pelaku usaha yang selama ini telah melakukan investasi untuk R&D serta memiliki output yang konkret, dapat memberikan usulan dan masukan untuk pemerintah.
“Karena angkanya berapa, seberapa biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu paten, misalnya. Mesti ada standard yang baik,” lanjut Suahasil. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengusulkan, perusahaan yang berhak mendapatkan insentif superdeduction tax untuk investasi R&D tak hanya terbatas pada output paten. Perusahaan yang aktivitas R&D nya menghasilkan inovasi produk juga dianggap layak memperoleh insentif.
Baca Juga: Indonesia dan Singapura sepakat kembangkan vokasi industri “Contohnya dulu industri LCGC (low-cost green car) di dunia itu tidak ada. Lalu sekarang dengan regulasi yang berkembang di Indonesia, jenis kendaraan itu dikembangkan beberapa perusahaan otomotif dan menjadi basis untuk ekspor. Nah yang seperti inilah yang
eligible,” tutur Airlangga pada kesempatan yang sama.
Editor: Noverius Laoli