Kemenkeu Berharap Pembeli Sertifikat Pengurangan Emisi Didominasi dari Luar Negeri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan berharap pembeli sertifikat pengurangan emisi yang diperjualbelikan di pasar karbon akan didominasi oleh pihak luar negeri.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, Indonesia menawarkan likuiditas yang cukup besar dari sisi kehutanan. Sehingga Indonesia bisa dijadikan tujuan utama pihak luar negeri yang ingin berkontribusi mengurangi emisi karbon.

“Kita bukan hanya melihat ke Indonesia, sertifikat pengurangan emisi kita yang nanti moga-moga simpanan di bursa karbon, pembeli yang utama kalau saya inginnya dari pihak luar negeri,” tutur Suahasil dalam agenda Sustainability in Action: Opportunities for a Better Tomorrow in Indonesia, Rabu (13/9).


Baca Juga: Pemerintah Tambah Porsi Pembangkit EBT, Ini Deretan Emiten yang Bakal Diuntungkan

Dia menambahkan, pengurangan emisi karbon jika dilakukan dimanapun akan tetap  efektif dan berdampak pada seluruh dunia. Tujuan untuk menggaet pembeli dari luar negeri juga merupakan sebuah visi besar yang sudah mulai disusun.

“Jadi kami menawarkan likuiditas kami, pengurangan emisi karbon itu, kepada dunia. Jadi jangan hanya kami yang ditawarin untuk listing di luar negeri. Kami juga ingin mencari pembeli dari luar negeri,” terangnya.

Terdapat dua opsi untuk mengurangi emisi tersebut, diantaranya dengan membeli sertifikat pengurangan emisi di pasar karbon atau membayar pajak kepada pemerintah.

Jika membayar pajak kepada pemerintah, maka pemerintah yang akan langsung turun tangan untuk menjaga hutan, mengubah prilaku para pelaku ekonomi untuk beralih pada aktivitas ekonomi hijau dan rendah emisi, dan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknolofi dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon dan ramah lingkungan.

Suahasil mengatakan, penerapan pajak karbon akan dilakukan sejalan dengan roadmap pasar karbon. Sementara itu, proses perdagangan karbon melalui bursa karbon direncanakan akan dimulai pada September 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi