JAKARTA. Kementerian Keuangan akan mengakomodasi keinginan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memperbaiki tata cara pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi kegiatan eksplorasi migas. Perbaikan ini diharapkan bisa menjadi insentif pajak bagi kegiatan eksplorasi migas. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menuturkan pemerintah tengah mengkaji perbaikan tata cara pengenaan pajak bagi kegiatan eksplorasi migas. Perbaikan tata cara yang nantinya akan bisa menjadi insentif tersebut kini tengah dikaji Kemenkeu. Alternatif kajiannya, antara lain mempersempit pengenaan PBB pada wilayah eksplorasi. "(hanya) Yang menjadi areal pengeboran itu yang menjadi subjek PBB, yang tidak terpakai tidak kena pajak. Artinya, nanti yang dikenakan hanya yang produktif saja, " kata Bambang Rabu (20/2). Menurutnya, pengenaan PBB hanya pada areal pengeboran saja itu akan lebih realistis ketimbang mengenakan PBB bagi seluruh kawasan eksplorasi, termasuk wilayah yang tidak produktif sebagai wilayah pengeboran. Hanya saja, Bambang masih enggan menyebutkan kapan perbaikan tata cara pengenaan pajak untuk eksplorasi migas ini bakal diterbitkan. Saat ini, kata Bambang, BKF masih mengkaji perubahan tata cara pengenaan pajak bagi eksplorasi migas. Bambang juga menegaskan perbaikan tata cara pengenaan pajak ini akan berdampak signifikan dalam mengurangi beban pengusaha migas. Ia berharap, perubahan tata cara pajak ini nantinya bakal lebih mendorong iklim produksi migas. Ia juga masih optimistis, perbaikan tata cara pajak eksplorasi ini tidak akan berdampak besar pada penerimaan negara. Pasalnya, jika produksi minyak terdongkrak, maka penerimaan negara bukan pajak dari sektor ini juga meningkat. Sehingga, "Penurunan penerimaan PBB masih bisa dikompensasi dengan PNBP," ujar Bambang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga bilang Kemenkeu mendukung peningkatan kegiatan eksplorasi migas. Hanya saja, ia masih enggan berkomentar mengenai kemungkinan pemberian insentif bagi kegiatan eksplorasi migas ini. Catatan saja, selama ini pengenaan PBB untuk eksplorasi migas diatur dalam PMK No 15/PMK.03/2012 tentang Penatausahaan dan Pemindahbukuan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi. Dalam beleid ini dinyatakan objek pajak PBB migas adalah bumi dan atau bangunan yang ada di dalam wilayah kerja atau sejenisnya terkait pertambangan migas yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh kontraktor kerja sama (KKKS). Nah, dalam Peraturan Ditjen Pajak No 11/PJ/2012 yang merupakan turunan dari PMK No 15/PMK.03/2012 yang mengatur tata cara pengenaan PBB sektor pertambangan disebutkan, bumi yang dimaksud dalam beleid tersebut meliputi areal produktif, areal belum produktif, areal tidak produktif, areal emplasemen dan areal pengamanan. Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menuturkan Kementerian ESDM meminta Kemenkeu untuk memberi insentif bagi kegiatan eksplorasi migas. Pemberian insentif ini, kata dia bertujuan untuk mendorong kegiatan eksplorasi migas, sehingga lifting minyak bisa terdongkrak naik. Catatan saja, berdasarkan UU No 12 tahun 1994 tentang PBB, tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%, di mana dasar penghitungan pajak adalah nilai jual kena pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari nilai jual objek pajak. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kemenkeu janji perbaiki PBB perusahaan migas
JAKARTA. Kementerian Keuangan akan mengakomodasi keinginan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memperbaiki tata cara pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi kegiatan eksplorasi migas. Perbaikan ini diharapkan bisa menjadi insentif pajak bagi kegiatan eksplorasi migas. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menuturkan pemerintah tengah mengkaji perbaikan tata cara pengenaan pajak bagi kegiatan eksplorasi migas. Perbaikan tata cara yang nantinya akan bisa menjadi insentif tersebut kini tengah dikaji Kemenkeu. Alternatif kajiannya, antara lain mempersempit pengenaan PBB pada wilayah eksplorasi. "(hanya) Yang menjadi areal pengeboran itu yang menjadi subjek PBB, yang tidak terpakai tidak kena pajak. Artinya, nanti yang dikenakan hanya yang produktif saja, " kata Bambang Rabu (20/2). Menurutnya, pengenaan PBB hanya pada areal pengeboran saja itu akan lebih realistis ketimbang mengenakan PBB bagi seluruh kawasan eksplorasi, termasuk wilayah yang tidak produktif sebagai wilayah pengeboran. Hanya saja, Bambang masih enggan menyebutkan kapan perbaikan tata cara pengenaan pajak untuk eksplorasi migas ini bakal diterbitkan. Saat ini, kata Bambang, BKF masih mengkaji perubahan tata cara pengenaan pajak bagi eksplorasi migas. Bambang juga menegaskan perbaikan tata cara pengenaan pajak ini akan berdampak signifikan dalam mengurangi beban pengusaha migas. Ia berharap, perubahan tata cara pajak ini nantinya bakal lebih mendorong iklim produksi migas. Ia juga masih optimistis, perbaikan tata cara pajak eksplorasi ini tidak akan berdampak besar pada penerimaan negara. Pasalnya, jika produksi minyak terdongkrak, maka penerimaan negara bukan pajak dari sektor ini juga meningkat. Sehingga, "Penurunan penerimaan PBB masih bisa dikompensasi dengan PNBP," ujar Bambang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga bilang Kemenkeu mendukung peningkatan kegiatan eksplorasi migas. Hanya saja, ia masih enggan berkomentar mengenai kemungkinan pemberian insentif bagi kegiatan eksplorasi migas ini. Catatan saja, selama ini pengenaan PBB untuk eksplorasi migas diatur dalam PMK No 15/PMK.03/2012 tentang Penatausahaan dan Pemindahbukuan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi. Dalam beleid ini dinyatakan objek pajak PBB migas adalah bumi dan atau bangunan yang ada di dalam wilayah kerja atau sejenisnya terkait pertambangan migas yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh kontraktor kerja sama (KKKS). Nah, dalam Peraturan Ditjen Pajak No 11/PJ/2012 yang merupakan turunan dari PMK No 15/PMK.03/2012 yang mengatur tata cara pengenaan PBB sektor pertambangan disebutkan, bumi yang dimaksud dalam beleid tersebut meliputi areal produktif, areal belum produktif, areal tidak produktif, areal emplasemen dan areal pengamanan. Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menuturkan Kementerian ESDM meminta Kemenkeu untuk memberi insentif bagi kegiatan eksplorasi migas. Pemberian insentif ini, kata dia bertujuan untuk mendorong kegiatan eksplorasi migas, sehingga lifting minyak bisa terdongkrak naik. Catatan saja, berdasarkan UU No 12 tahun 1994 tentang PBB, tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%, di mana dasar penghitungan pajak adalah nilai jual kena pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari nilai jual objek pajak. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News