KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, setoran penerimaan dari Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp 134,2 triliun di semester I-2024. Realisasi penerimaan tersebut turun 0,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp 135,4 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa turunnya penerimaan kepabeanan dan cukai disebabkan oleh penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) dan bea masuk. "Penerimaan dari bea dan cukai dalam hal ini relatif masih sama dengan tahun lalu, sehingga kalau kita lihat dari levelnya tidak terjadi perubahan," kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja Badan Anggaran DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/7).
Sri Mulyani merinci, penerimaan yang berasal dari cukai mencapai Rp 101,8 triliun per Juni 2024, turun 3,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 105,9 triliun.
Baca Juga: Penerimaan Perpajakan Mencapai Rp 1.028 Triliun pada Semester I-2024 "Penerimaan cukai mengalami kontraksi, dan ini dua tahun berturut-turut, tahun lalu 12% dan tahun ini 3,9%," ucapnya. Sri Mulyani menerangkan, cukai dari produksi hasil tembakau terjadi fenomena
downtrading, yakni produksi rokok lebih banyak dihasilkan oleh pelaku usaha golongan III, yang memiliki tarif cukai lebih rendah, dibanding pelaku usaha golongan I, yang memiliki tarif cukai paling tinggi. "Penerimaan cukai utamanya banyak pemain di industri rokok yang turun ke kelompok III yang tarif cukainya lebih rendah," ujarnya. Secara terpisah, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menjelaskan bahwa fenomena
downtrading memang terjadi di pengusaha industri rokok, dan sudah sesuai dengan tujuan diterapkannya kelas tarif cukai hasil tembakau. "
Downtrading itu memang fakta dari kebijakan tarif selama ini," kata Askolani di Gedung DPR RI, Senin (8/7). Askolani menjelaskan bahwa untuk sementara Bea Cukai akan memastikan bahwa kecenderungan
downtrading ini murni terjadi lantaran mekanisme pasar. Otoritas juga akan menindak apabila ada kemungkinan kecurangan di baliknya. "
Downtrading kalau itu memang murni ekonomi tidak bisa kita lawan, tapi itu dengan kemudian melakukan yang tidak pas, salah personifikasi, salah peruntukan itu yang akan kami tindak," kata Askolani. Adanya fenomena
downtrading ini juga bakal menjadi pertimbangan pemerintah alam menetapkan tarif cukai tembakau tahun depan. "Itu jadi masukan untuk tarif ke depan. nanti kita lihat lagi untuk persiapan tahun depan gimana persisnya yang pas," ujarnya.
Sementara itu, Sri Mulyani juga menerangkan bahwa kinerja penerimaan dari Bea Masuk mencapai Rp 24,3 triliun, tumbuh tipis 0,3%. Angka ini setara 42,3% dari target APBN 2024. Penerimaan Bea Masuk yang tumbuh tipis itu dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Tak hanya itu, ada juga efek dari penurunan impor komoditas seperti gas, kendaraan dan suku cadang. Kemudian, pada realisasi penerimaan yang berasal dari bea keluar nilainya sebesar Rp 8,1 triliun, melonjak 52,6%. Kenaikan itu dipengaruhi oleh bea keluar mineral yang tumbuh 10 kali lipat dari tahun sebelumnya dampak implementasi kebijakan relaksasi mineral. Sementara itu, bea keluar produksi sawit turun.
Baca Juga: Ini Penyebab Penerimaan Negara Turun 6,2% di Semester I 2024 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati