KONTAN.CO.ID-JAKARTA Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengumpulkan penerimaan pajak puluhan triliun dari para crazy rich di Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, total setoran pajak penghasilan (PPh) dari 11.268 Wajib Pajak Orang Pribadi yang dikenakan tarif progresif 35% mencapai Rp 18,5 triliun hingga Agustus 2024. Realisasi tersebut berasal dari setoran PPh Pasal 21 Masa Januari hingga Agustus 2024 dan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 yang disetorkan tahun 2024.
KONTAN menghitung, setoran pajak dari para crazy rach Indonesia tersebut hanya setara 9,8% dari total penerimaan PPh Pasal 21, PPh Pasal 25 dan Pasal 29 yang sebesar Rp 187,58 triliun. Sementara secara total penerimaan pajak, kelompok tersebut hanya berkontribusi sebesar 1,54% dari penerimaan pajak Hingga Agustus 2024 sebesar Rp 1.196,54 triliun.
Baca Juga: Per Agustus, Kemenkeu Catat Orang Super Kaya Sudah Bayar Pajak Rp 18,5 Triliun Seperti yang diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah telah menetapkan tarif PPh tertinggi dari yang sebelumnya 30% menjadi 35%. Tarif tersebut berlaku bagi mereka yang memiliki penghasilan tahunan di atas Rp 5 miliar. Kendati begitu, pemerintahan Prabowo Subianto mempertimbangkan untuk kembali merevisi tarif PPh dari kelompok tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari para crazy Indonesia. "Revisi tarif PPh untuk kelompok berpenghasilan tinggi, atau pemberlakuan pajak tambahan (surtax) bagi mereka yang memiliki penghasilan di atas batas tertentu," ujar Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran Anggawira.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono juga mengingatkan kepada crazy rich Indonesia untuk menjalankan kewajibannya dalam membayar pajak dan didorong untuk berkontribusi lebih banyak kepada masyarakat melalui mekanisme seperti pengeluaran dan penganggaran. "Warga negara yang lebih kaya, selain membayar pajak, juga didorong untuk berkontribusi lebih banyak kepada masyarakat melalui mekanisme seperti pengeluaran dan penganggaran," kata Thomas.
Baca Juga: BPKP Benarkan Soal Pengemplang Pajak di Sektor Sawit, Negara Rugi Rp 300 Triliun Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati