Kemenkeu nilai pembatasan akan rem konsumsi BBM



JAKARTA. Mulai Mei nanti, pemerintah akan melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan roda empat dengan kapasitas mesin tertentu. Harapannya, mekanisme pembatasan ini akan bisa mengerem lonjakan konsumsi BBM bersubsidi. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan rencana pembatasan BBM bersubsidi dengan melarang kendaraan roda empat dengan kapasitas mesin tertentu mengonsumsi premium bisa membantu agar volume kuota BBM bersubsidi tidak melampaui 40 juta kilo liter. "Kalaupun lewat (melampaui kuota), setidaknya masih dalam batas yang bisa kita atur. Artinya, mungkin lewat (dari kuota 40 juta kilo liter), tapi tidak sampai 47 juta kilo liter," ujarnya Jumat (13/4). Menteri Keuangan Agus Martowardojo menambahkan, Kemenkeu menyambut baik rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan roda empat dengan kapasitas mesin tertentu. Ia melihat, pembatasan ini merupakan upaya agar subsidi BBM tidak melampaui kuota 40 juta kilo liter. Pasalnya, "Kami khawatir kalau selisih antara harga keekonomian dan harga subsidi begitu besar, volume (konsumsi BBM bersubsidi) akan mencapai lebih dari 40 juta kilo liter," jelasnya. Selain membatasi konsumsi BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi dengan kapasitas mesin tertentu, Bambang mengusulkan agar dilakukan konversi dari BBM ke BBG untuk kendaraan umum. "Ini menjadi komplemen agar upaya pengendalian menjadi efektif," kata Bambang. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan saat ini Kementerian ESDM tengah menyusun beleid yang mengatur pembatasan konsumsi BBM bersubsidi yang berlaku Mei nanti. Menurutnya, ada beberapa usulan yang muncul terkait batas kapasitas mesin mobil pribadi yang boleh dan tidak boleh mengonsumsi BBM bersubsidi. Beberapa usulan yang muncul antara lain 2.000 cc, dan 1.500 cc. Jero beralasan, selama ini sekitar 70% lebih BBM bersubsidi dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Jumlah ini, kata Jero setara dengan Rp 200 triliun subsidi. Sayangnya, Jero masih enggan membeberkan secara gamblang mekanisme pengendalian BBM bersubsidi ini. Beberapa wacana yang berkembang, pemerintah akan memasang stiker di kendaraan. Wacana lain, BPh migas akan menggunakan teknologi informasi untuk melakukan pembatasan ini. Jika konsumsi BBM bersubsidi tak dibatasi dan selama pemerintah belum bisa menyesuaikan harga BBM bersubsidi, Agus mengatakan konsekuensinya pemerintah harus melakukan pengetatan anggaran belanja pemerintah. "Dana-dana kompensasi dan dana yang sifatnya non operasional akan kita tahan," ungkapnya. Bambang menambahkan, meski akan melakukan pengetatan anggaran tapi pemerintah tidak akan menahan belanja modal. Pasalnya, belanja modal menjadi salah satu penopang ketika terjadi pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia. "Jadi kita harus cegah dengan peningkatan konsumsi dan investasi. Belanja modal perlu untuk menguatkan investasi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.