KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklarifikasi laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut adanya perusahaan cangkang sebagai alat tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kemenkeu. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, perusahaan yang disebut PPATK tersebut bukan perusahaan cangkang melainkan perusahaan rill, milik pribadi dan tidak terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu. Laporan PPATK soal perusahaan cangkang tersebut berasal dari dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu yang nilai totalnya sebesar Rp 349 triliun. Khusus dugaan dengan modus perusahaan cangkang, nilainya ditaksir mencapai lebih dari Rp 22 triliun.
Suahasil menjelaskan, berdasarkan 135 surat yang pihaknya terima dari PPATK dengan nilai Rp 22 triliun, sebanyak Rp 18,7 triliun merupakan korporasi berupa transaksi debit kredit operasional dan orang pribadi. Serta sebesar Rp 3,3 triliun adalah transaksi pegawai Kemenkeu. “Kemarin ada yang bilang soal perusahaan cangkang. Saya uraikan soal transaksi Rp 22 triliun itu sudah disampaikan Menkeu sebenarnya di Komisi XI DPR,” tutur Suahasil dalam media briefing, Jumat (31/3).
Baca Juga: DPR Akan Pertemukan Mahfud MD, PPATK, Sri Mulyani Soal Transaksi Janggal di Kemenkeu Adapun terdapat enam perusahaan yang telah dianalisa terkait transaksi debit kredit oprasional korporasi dan orang pribadi yang tidak terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu. Pertama PT A dengan transaksi Rp 11,38 triliun. PT A dengan pemegang saham perusahaan ini merupakan perseroan terbatas di bidang perkebunan dan hasilnya. Menurut Suahasil, PT A mempunyai 5 rekening dan semuanya dibuka serta dilakukan analisis. “Hasil analisis menunjukkan tidak ditemukan aliran ke rekening si pegawai atau keluarga (pegawai Kemenkeu). Jadi kalau dapat informasi dari PPATK itu, memang detail dan belum tentu menjadi kasus,” jelasnya. Kedua, PT B perusahaan modal asing (PMA) bergerak di bidang otomotif dengan transaksi Rp 2,76 triliun. Suahasil menegaskan perusahaan tersebut bukan perusahaan cangkang. Data transaksi perusahaan tersebut diminta oleh Itjen Kemenkeu ke PPATK untuk audit investigasi atas dugaan penerimaan uang oleh pegawai Kemenkeu. Ketiga, PT C merupakan anak perusahaan BUMN dengan nilai transaksi Rp 1,88 triliun. Data perusahaan tersebut diminta pemeriksaan oleh Itjen Kemenkeu pada 2015 saat melakukan pengawasan internal atas dugaan benturan kepentingan. Perusahaan ini bergerak di bidang penyedia pertukaran data dan elektronik, juga disebutkan bukan perusahaan cangkang. Keempat, PT D dan E merupakan perusaan pribadi. Informasi ini, jelas Suahasil, adalah inisiatif dari PPATK untuk mendukung penerimaan negara yang dikirim ke Kemenkeu khususnya ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu. Melalui data itu, DJP melakukan pemeriksaan khusus untuk PT D dan E. “Saudara D (pemilik PT D) sudah wafat jadi tidak ditindaklanjuti, sudah tua karena kelahiran tahun 1930. Kalau PT E sudah diselesaikan dan kemudian diterbitkan surat ketetapan pajaknya pada 2021, dari hasil pemeriksaan khusus,” jelasnya. Kelima, PT F yang bergerak dalam bidang penyewaan gedung. Total transaksinya mencapai Rp 452 miliar. Transaksi PT F berada di 3 perusahaan dengan periode transaksi 2017-2019 unyuk 14 rekening. Hasil temuan PPATK yakni terindikasi sebagai rekening untuk kegiatan operasional dan untuk menerima dana transaksi setoran tunai tanpa underlying dengan keterangan cicilan, angsuran dan pelunasan. Namun transaksi ini tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu.
Suahasil menekankan, penjelasan tersebut sebagai ilustrasi untuk menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang disebut PPATK sebagai perusahaan cangkang sebetulnya perusahaan riiil, yang oleh Kemenkeu bentul-betul selidiki dan cek datanya. “Hubungan kita dengan PPATK itu sangat detail, rapat bertubi-tubi. Dokumen pun setumpuk. Ini soal klarifikasi jadi tidak ada perbedaan data. Kami bekerja berdasarkan 300 rekap laporan, senilai Rp 349 triliun. Cara mengklasifikan bisa dilakukan berbagai macam cara. Karena kita konsisten maka bisa kita tunjukkan klasifikasi yang mana, dan tidak ditutupi,” imbuhnya.
Baca Juga: Data Transaksi Janggal Rp 349 T Ada Perbedaan, Kemenkeu: Hanya Beda Klasifikasi Data Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat