Kemenpera : Sulit capai target penyaluraan subsidi KPR



JAKARTA. Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) mengaku kesulitan untuk mencapai target realisasi Kredit Perumahan Rakyat (KPR) bersubsidi di tahun 2010. Hingga akhir November, Kemenpera baru berhasil mewujudkan sekitar 70% atau 125.000 unit dari target 180.000 unit.

Hal ini diungkapkan Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera), Suharso Monoarfa, saat ditemui di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), akhir pekan lalu. Menurut Suharso, salah satu kendala tersendatnya realisasi KPR diakibatkan adanya perubahan APBN-P 2010. "Ada pelambatan karena harus menyesuaikan tata cara dan tata kelola secara internal," ujarnya. Penyesuaian juga mengakibatkan dana yang dianggarkan Kemenpera sejumlah Rp 2,6 triliun dalam APBN-P 2010, baru turun sejumlah Rp 1,6 triliun. "Sisanya baru pertengahan Desember ini turun," tambahnya.

KPR bersubsidi diberikan melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah mengakses kredit dengan suku bunga lebih rendah yang selama masa kredit. Dengan skema FLPP, uang muka pembangunan properti tidak ditanggung oleh pihak bank tetapi menggunakan dana pemerintah atau FLPP sehingga risiko terhadap perubahan suku bunga tidak ditanggung oleh pihak bank melainkan dijamin oleh ketersediaan dana FLPP ini. Mekanismenya, Kementerian Perumahan mengajukan usulan kepada Departemen Keuangan untuk mencairkan dana FLPP ini dan kemudian bank yang sudah menandatangani perjanjian kerja sama FLPP inilah yang akan menjadi pelaksana teknisnya.


Suharso menyatakan bahwa saat ini kebutuhan perumahan rakyat mencapai 700.000 unit per tahun sedangkan kemampuan nasional hanya mencapai 120.000-Rp125.000 unit per tahun. “Ini menciptakan defisit perumahan yang luar biasa besar atau mencapai 8 juta unit hingga akhir 2010. Defisit ini bahkan baru dapat dituntaskan dalam waktu paling cepat sekitar 20 tahun,” katanya.

Namun, dengan adanya pola pembiayaan baru perumahan itu, Suharso berharap daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat meningkat signifikan karena FLPP menjamin suku bunga sekitar 8,15- 9,8% per tahun dan berlaku tetap hingga 15 tahun. “Ini nantinya berdampak positif untuk meningkatkan kebutuhan rumah sejahtera tapak (landed house) dan sejahtera susun (rusunami) sehingga dapat kembali memicu agresivitas pembangunan rumah oleh para pengembang untuk mengurangi defisit tadi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: