KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Pelaku industri nasional dinilai kian optimistis dalam menjalankan usahanya terlihat dari capaian positif Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, pada akhir tahun 2023 yang berada di posisi 52,2 atau naik 0,5 poin dibanding bulan November yang menempati level 51,7. “Alhamdulillah, PMI Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut. Capaian ini hanya Indonesia dan India yang mampu mempertahankan level di atas 50 poin selama lebih dari 25 bulan. Kinerja baik ini tentu harus kita jaga dan tingkatkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan tertulis yang diterima Kontan, Selasa (2/1).
Baca Juga: PGN (PGAS) Targetkan Volume Penjualan Gas Tumbuh 4% pada Tahun Ini Menperin juga mengemukakan, kondisi sektor manufaktur di Indonesia terus membaik lantaran juga didukung dari beragam kebijakan strategis pemerintah yang telah berjalan secara
on the right track. “Laju industri manufaktur kita bisa lebih cepat di akhir tahun 2023. Kami juga optimistis di tahun 2024 bisa lebih baik lagi,” ungkapnya. Namun, Agus menjelaskan terdapat kebijakan yang belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan sektor industri, antara lain penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Dimana, masih banyak perusahaan industri yang belum menerima manfaat harga gas US$6 per MMBTU.
Baca Juga: Indonesia Masuk 10 Besar Penyumbang Manufaktur Global, Ini Penyebabnya “Pada tahun 2023, hanya 76,95 persen di Jawa Bagian Barat atau hanya sekitar 939,4 BBTUD dibayar dengan harga US$ 6,5 per MMBTU, sisanya harus dibayar dengan harga normal sebesar US$ 9,12 per MMBTU,” sebutnya. Tak hanya itu, dalam pelaksanaannya masih banyak sektor industri yang memperoleh volume gas lebih rendah atau tidak sesuai dengan jumlah yang sudah menjadi kontrak antara industri dan pihak penyedia. "Kebijakan HGBT memang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang kami inginkan, jauh dari ideal di mata kami. Oleh karenanya, carut marut terkait HGBT ini tentu mengurangi daya saing industri kita,” papar Agus.
Baca Juga: Kemenperin: Kinerja Industri Pengolahan Lampaui PDB Nasional pada Kuartal III-2023 Menperin menambahkan, kebijakan lainnya juga dibutuhkan adalah pengendalian impor. “Kami meyakini, PMI kita bisa jauh lebih tinggi apabila pelaksanaan HGBT berjalan baik, dan pengendalian impor berjalan baik. Sebab, ada opportunity lost yang dihadapi sektor manufaktur kita akibat kedua hal tersebut. Selain itu, perlu didukung kebijakan untuk menjaga ketersediaan bahan baku sehingga sektor industri manufaktur kita tetap berproduksi dengan baik dalam memenuhi pasar domestik dan ekspor,” imbuhnya. Catatan positif PMI Manufaktur Indonesia pada akhir tahun sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di Desember 2023 yang telah dilansir sebelumnya oleh Kementerian Perindustrian, dengan mencapai 51,32 poin atau konsisten selama lebih dari 13 bulan sejak diluncurkan IKI, masih berada dalam fase ekspansi. Kemenperin membidik target pertumbuhan industri pengolahan manufaktur sebesar 5,80 persen pada 2024 atau Tahun Naga Kayu, lebih tinggi dari target 4,81 persen di tahun 2023.
Baca Juga: Ini Sejumlah Kendala Penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) Dalam laporannya, S&P Global menyatakan, ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada bulan terakhir 2023 karena adanya permintaan yang cukup tinggi, termasuk dari luar negeri. Ini mendorong pertumbuhan produksi lebih cepat dan penambahan jumlah tenaga kerja.
Di sisi lain, Jingyi Pan selaku Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence menyampaikan bahwa sektor manufaktur Indonesia menutup triwulan terakhir pada tahun ini dengan catatan positif karena permintaan baru yang akan datang dan output keduanya mengalami ekspansi pada tingkat solid. Hal ini memperkuat aktivitas pembelian dan mendorong kenaikan berkelanjutan pada ketenagakerjaan di seluruh sektor produksi barang, mendukung perbaikan lebih jauh pada aktivitas perekonomian. "Indikator PMI pada masa mendatang, termasuk indeks penumpukan pekerjaan dan output masa depan juga menunjukkan tren positif. Terutama keseluruhan kepercayaan diri bisnis naik ke posisi tertinggi kedua dalam kurun waktu satu tahun, sementara sedikit akumulasi penumpukan pekerjaan menggambarkan perbaikan kondisi permintaan,” tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto