KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung industri makanan dan minuman (mamin) untuk meningkatkan kinerja ekspornya, seiring dengan meningkatnya neraca perdagangan subsektor industri tersebut. Pada Januari-September 2022, ekspor industri mamin mencapai US$ 35,99 miliar, meningkat pesat dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang sebesar US$ 12,76 miliar. Selain itu, investasi pada industri mamin pada Triwulan II – 2022 mencapai Rp41,37 triliun, dan mampu menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 5,5 juta orang. "Berbagai kebijakan telah digulirkan pemerintah untuk mendorong ekspor dan jaminan ketersediaan bahan baku dari sisi suplai (
supply side) melalui peningkatan daya saing dan produktivitas industri. Di samping itu, untuk sisi permintaan (
demand side), kami mendukung perluasan akses pasar dan pengurangan hambatan," ujar Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika dikutip dari keterangan resmi yang diterima Kontan di Jakarta, Senin (28/11).
Baca Juga: Kemenperin: Industri Makanan dan Minuman Tumbuh 3,57% pada Kuartal III 2022 Salah satu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan ekspor bumbu masakan dan rempah melalui program “Spice Up the World” dan pengembangan restoran Indonesia di luar negeri. Adapun target program tersebut hingga tahun 2024 yaitu peningkatan nilai ekspor bumbu dan rempah menjadi USD2 miliar serta hadirnya 4.000 restoran Indonesia di luar negeri. Melalui program tersebut, diharapkan industri
cooking aid dapat memanfaatkan rantai produksi global dengan terus meningkatkan inovasi produk,
packaging dan
branding sehingga produk makanan dan minuman yang diproduksi di tanah air dapat diterima oleh pasar dunia. Industri
cooking aid (bumbu masak) seperti kecap, sambal, saus tomat dan bumbu masakan merupakan salah satu jenis yang yang memiliki neraca perdagangan positif. Pada tahun 2022 (Januari-September), ekspor
cooking aid Indonesia mencapai USD175,8 juta, sementara impor produk sejenis senilai USD90,5 juta. Produk unggulan ekspor
cooking aid Indonesia didominasi oleh bumbu masak dan kecap, sementara untuk produk saus dan olahannya masih cukup besar nilai impornya. Saat ini Indonesia masih berada di posisi ke-15 untuk negara eksportir
cooking aid di dunia. “Dengan kekayaan bahan baku rempah dan keragaman bumbu masak Indonesia, ini tentu menjadi potensi untuk terus ditingkatkan ekspornya,” jelas Putu. Salah satu perusahaan industri
cooking aid minuman kemasan PT Heinz ABC Indonesia hari ini (28/11) melakukan peresmian ekspansi pabriknya di Karawang, Jawa Barat. Perusahaan dengan merek dagang ABC tersebut menambah investasinya sebesar Rp1,2 triliun untuk line produksi di Karawang Plant. Dengan penambahan investasi tersebut, total investasi di Karawang Plant menjadi Rp2 triliun. “Penambahan investasi ini tentunya sangat penting dan merupakan kabar baik dalam upaya menggerakkan kembali ekonomi nasional melalui penyediaan lapangan kerja dan memberikan kesempatan serta manfaat bagi usaha kecil, koperasi, juga usaha pendukung lainnya agar dapat berkembang bersama,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Sekjen Kemenperin) Dody Widodo saat mewakili Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada seremoni perluasan pabrik PT Heinz ABC Indonesia tersebut. Sekjen Kemenperin menambahkan, pihaknya juga mengapresiasi upaya PT Heinz ABC Indonesia untuk menggunakan bahan baku berasal dari dalam negeri yang bekerja sama dengan para petani di daerah. Penambahan investasi yang dilakukan oleh PT Heinz ABC Indonesia diharapkan mampu turut berkontribusi positif pada peningkatan neraca perdagangan sektor industri makanan dan minuman. Dody menambahkan, pemerintah juga terus mendorong peningkatan inovasi produk cooking aid yang turut memopulerkan citarasa khas Indonesia ke luar negeri. "Tadi kita bisa lihat PT Heinz ABC Indonesia selain memproduksi sambal internasional ada sambal citarasa Indonesia seperti sambal ulek yang khusus menggunakan teknologi ulek,” ujarnya. Pada kesempatan tersebut, Sekjen Kemenperin juga mengapresiasi peningkatan infrastruktur dan teknologi pabrik yang menggunakan teknologi bersih dengan menerapkan komitmen
triple zero yang berarti pabrik ini mengimplementasikan prinsip-prinsip utama praktik manufaktur yang berkelanjutan, seperti
zero waste to landfill (mengoptimalkan proses daur ulang sampah),
water stewardship (penatagunaan air), dan
zero emissions (pengurangan emisi).
Baca Juga: Ekspor Industri Mamin Capai US$ 21,3 Miliar di Semester I-2022 "Kami memberikan apresiasi kepada PT Heinz ABC Indonesia yang telah memperluas dan meningkatkan infrastruktur serta menggunakan teknologi bersih yang menjanjikan,” jelasnya.
Head of Operation Kraft Heinz Indonesia & Papua Nugini, Prasetyo Kismono menjelaskan, upaya perusahaan dalam menerapkan komitmen
triple zero telah mampu mengurangi emisi hingga 60% dengan mengganti penggunaan batu bara menjadi sekam padi untuk
boiler. Perusahaan juga telah memasang solar panel yang mampu memproduksi kebutuhan listrik hingga 100% (pada siang hari), dengan kapasitas mencapai 3,2 megawatt.
Selanjutnya, sebagai bagian dari Water Stewardship, pabrik PT Heinz ABC Indonesia di Karawang juga telah dilengkapi dengan Instalasi Pengelolaan Air Limbah otomatis yang baru (
new fully automated Wastewater Treatment Plant) yang memungkinkan untuk mendaur ulang air pascaproduksi hingga 70%. Hasil pengolahan limbah dapat digunakan ulang melalui teknologi Reverse Osmosis, serta menghasilkan 250 kilowatt listrik dari gas metana yang timbul di
Wastewater Treatment Plant. Terkait komitmen
Zero Waste to Landfill 2025, saat ini kami telah mendaur ulang lebih dari 92% sampah padat yang dihasilkan di pabrik Karawang.Didorong oleh nilai perusahaan untuk melakukan hal yang benar atau Do the Right Thing, kami terus berkomitmen untuk mengembangkan seluruh operasi secara berkelanjutan,” pungkas Prasetyo. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .