Kemenperin cenderung setujui impor garam



JAKARTA. Kementerian Perindustrian relatif menyetujui impor garam konsumsi. Sebab, kualitas produk dalam negeri masih belum memenuhi standar untuk dapat dikonsumsi masyarakat. Masih jeleknya kualitas garam dalam negeri lantaran peristiwa gagal panen 2010 yang berbuntut pada keharusan petani garam memulai produksi dari awal. "Sebenarnya kualitasnya masih kurang, tapi kita beli juga kok. Cuma kalau masih kurang mau tidak mau kita memang harus impor," ungkap Dirjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto, Rabu (10/8). Garam dengan kualitas saat ini seharusnya hanya dibeli dengan harga Rp300 per kilogram padahal mereka mengharapkan sekitar Rp700 per kilogram. Secara bertahap kualitas garam dalam negeri mulai membaik sehingga dapat dibeli dengan harga Rp500-Rp600 per kilogram. Namun, tetap pasokan dalam negeri disebutkannya belum bisa menutupi kebutuhan. Apalagi, jarak antara produksi dengan konsumsi relatif terlalu dekat. Hal tersebut tidak memungkinkan adanya peluang untuk menyisakan produksi garam sebagai cadangan. Produksi dalam negeri dalam kondisi normal tercatat sekitar 1,2 juta ton-1,4 juta ton, sedangkan konsumsi terpatok pada 1,4 juta ton. "Kalau ada masalah cuaca maka produksinya langsung turun," ujarnya. Oleh karena itu, pemerintah merencanakan perluasan lahan produksi garam yang baru. Kira-kira pemerintah membutuhkan lahan sebesar 10 ribu hektare untuk menambah hasil produksi baru mencapai 1,6 juta ton. "Mepetnya butuh 8.000 hektare, tapi supaya ada cadangan jadi tambah jadi 10 ribu hektare," jelasnya. Saat ini proses perluasan lahan produksi baru itu masih pada tahap negosiasi dengan pemilik lahan. Sementara perencanaan detail rencana tersebut sudah selesai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.