Kemenperin dorong peluang kerja sama Indonesia dan Uzbekistan di industri pupuk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia dan Uzbekistan berupaya untuk terus menguatkan kerja sama ekonomi yang komprehensif, khususnya di sektor industri. Kedua negara memiliki potensi untuk memperdalam struktur manufaktur melalui peningkatan investasi. 

“Kami mendorong terjadinya kolaborasi antara pelaku industri Indonesia dan Uzbekistan, misalnya di sektor industri pupuk. Upaya ini diharapkan dapat mendongkrak daya saing,” ujar Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam dalam siaran pers di situs Kemenperin, Senin (24/5).

Kemenperin beberapa waktu lalu mendampingi Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel dan sejumlah anggota dewan melakukan muhibah ke negara yang dikenal sebagai Negeri Para Imam. Dari situ, terdapat peluang kerja sama ekonomi yang lebih baik antara Indonesia dengan Uzbekistan, sehingga bisa memacu neraca perdagangan kedua negara.


Uzbekistan menjadi salah satu negara mitra penting bagi Indonesia. Lokasi Uzbekistan di Asia Tengah dinilai strategis dengan berada di jalur sutera perdagangan. Selain itu, Uzbekistan sedang mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat.

Baca Juga: Pupuk Kaltim, Pertamina International Shipping dan Mitratel Paling Siap Go Public

Khayam menyampaikan, delegasi Indonesia melihat peluang Uzbekistan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri pupuk di tanah air. Salah satu material utama yang selama ini dibutuhkan Indonesia untuk memproduksi pupuk, yakni kalium klorida (KCl).

Selain sebagai bahan baku pupuk, penggunaan KCl juga untuk bahan penolong di industri makanan, minuman, dan medis. Indonesia bukan merupakan negara produsen KCl. Selama ini kebutuhannya dipasok dari Rusia, Kanada, dan Laos. “Ke depan kita bisa ambil bahan tersebut dari Uzbekistan atau kita berupaya untuk menarik investasi mereka ke Indonesia,” ungkapnya.

Uzbekistan memiliki pabrik NPK Samarkand dengan kapasitas 250.000 ton per tahun. Seluruh bahan baku NPK berasal dari lokal dengan harga gas di Uzbekistan sekitar US$ 2,2 per MMBTU.

Baca Juga: Menilik kinerja sejumlah anak usaha BUMN yang bakal melantai ke bursa saham

Di samping itu ada Uz-Potash yang termasuk industri KCl dengan kapasitas sebesar 600.000 ton. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, produk KCl Uzbekistan berwarna merah muda dengan ukuran lebih besar. KCl asal Uzbekistan telah diketahui oleh industri pupuk di Indonesia seperti PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT Sentana Adidaya Pratama.

Selain potensi kerja sama di industri pupuk, Rachmat Gobel yang menjadi Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) mengatakan bahwa ada peluang di sektor industri agro. Uzbekistan membutuhkan buah-buah tropis, seperti pisang, buah naga, alpukat, dan kopi untuk konsumsi warganya maupun untuk mendukung industrinya. “Karena itu, kami mau mendorong agar ada sister city antara kota di Uzbekistan dengan daerah-daerah di Indonesia penghasil buah-buah tropis ini,” tutur dia.

Dia mencontohkan Kabupaten Lumajang yang merupakan daerah penghasil pisang di Jawa Timur bisa dicarikan daerah di Uzbekistan untuk dijadikan sister city. Daerah dan kota-kota lain penghasil buah naga dan kopi bisa juga menerapkan hal yang sama.

Baca Juga: Pupuk Indonesia siapkan stok pupuk sekitar 803.000 ton

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati