Kemenperin dukung ada lembaga pembiayaan industri



JAKARTA. Kalangan pengusaha menginginkan adanya lembaga pembiayaan khusus untuk kegiatan industri yang karakternya berbeda dengan bank konvensional atau bank perkreditan rakyat (BPR). Keinginan pengusaha itu mendapat sambutan positif dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kemenperin memasukkan poin tersebut dalam salah satu pasal RUU tentang Perindustrian.

Berdasarkan salinan RUU tentang Perindustrian yang diterima KONTAN, sumber pembiayaan industri dapat berasal dari pemerintah, pemerintah daerah (pemda), dan swasta. Untuk dana yang datang dari pemerintah atau pemda, bentuknya berupa pinjaman, hibah, atau penyertaan modal, yang diberikan kepada BUMN dan BUMD.

Sementara itu, dalam rangka pembiayaan kegiatan industri dapat dibentuk lembaga pembiayaan khusus industri, yang pembentukannya dilakukan melalui undang-undang.


Kemenperin menilai, lembaga pembiayaan yang ada selama ini, tidak memahami kebutuhan pembiayaan industri dalam negeri. Akibatnya, pelaku industri (khususnya usaha kecil dan menengah) mengalami kesulitan dalam peningkatan modal dan pemasaran hasil produksi mereka. "Tidak mungkin sektor industri mampu berkompetisi dengan sektor jasa," jelas Ansari Bukhari, Sekretaris Jenderal Kemenperin di kantornya, Selasa (23/7) mengenai prosedur pembiayaan yang diajukan ke lembaga pembiayaan umum.

Oleh karena itu, diperlukan lembaga pembiayaan khusus untuk industri yang menjamin kepastian peran pemerintah dalam mengucurkan pembiayaan industri, baik kepada BUMN, BUMD juga swasta. "Konsep bank komersial & BPR tidak mempercepat (pertumbuhan) industri," imbuh Ansari. Ansari membandingkan situasi di Indonesia dengan Korea Selatan, Jepang, dan China. Di tiga negara itu ada bank khusus industri yang masih aktif beroperasi. "Korea Selatan bahkan punya dua bank industri khusus yang diperuntukkan bagi industri besar dan industri kecil menengah," urai dia.

Ia juga menambahkan, khususnya di China, bank industri lebih banyak berfokus di sektor pertanian dan industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan