Kemenperin Ingin Penyusunan RPP Gas Bumi Segera Tuntas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri.

Hal ini demi kepastian adanya pasokan gas bumi yang cukup dan berkelanjutan bagi para pelaku usaha.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, beberapa bulan sebelum era Presiden Joko Widodo selesai, pemerintah telah sepakat untuk membuat RPP terkait penggunaan gas bumi oleh para pelaku usaha manufaktur nasional.


Baca Juga: PMI Manufaktur Anjlok, Menperin: Belum Ada Kebijakan Signifikan untuk Industri

Hanya saja, lantaran waktunya mepet, pemerintahan Jokowi belum sempat menuntaskan pembahasan RPP dan mewujudkannya menjadi regulasi yang utuh.

"Makanya, kemarin (Senin) saya bersurat ke Presiden sekarang Prabowo Subiyanto untuk berkenan menjadikan RPP tersebut menjadi PP," ungkap Agus ketika jumpa media, Selasa (22/10).

Kelak, RPP tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri akan menjadi landasan hukum atas kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) pada masa mendatang.

Alhasil, kebijakan ini tidak perlu lagi diatur melalui Keputusan Menteri ESDM, seperti yang berlaku saat ini.

Kemenperin juga tetap mengusulkan agar manfaat HGBT dapat dirasakan oleh seluruh industri manufaktur pengguna gas bumi, tidak hanya tujuh sektor industri saja seperti yang berlaku sekarang.

Baca Juga: Genjot Investasi Hulu Migas, Menteri Bahlil Akan Pangkas 300 Regulasi Perizinan

Di antaranya adalah pupuk, petrokimia, baja, keramik, sarung tangan karet, oleokimia, dan kaca.

"Kami membina seluruh sektor manufaktur, sehingga tidak ada istilah no one left behind dalam pemanfaatan gas bumi," imbuh Agus.

Tak ketinggalan, Agus juga menegaskan bahwa RPP Gas Bumi akan memiliki cakupan yang lebih luas, termasuk pemanfaatan gas untuk sektor energi atau kelistrikan.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Prastowo mengatakan, masa berlaku Kepmen ESDM No. 255/2024 yang menjadi landasan hukum kebijakan HGBT hanya sampai akhir 2024. Tak heran, para pelaku usaha kini sedang menantikan terwujudnya PP Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri.

Jika pembahasan RPP ini terus berlarut, ada kekhawatiran investasi di sektor manufaktur akan tersendat karena para pelaku usaha merasa harga gas industri di Indonesia kurang kompetitif dibandingkan negara lainnya.

Baca Juga: Surya Semesta Internusa: Rencana RPP Gas Bumi bisa Jadi Daya Tarik Investor

Bukan mustahil, utilisasi produksi di berbagai sektor manufaktur pengguna gas bumi akan menyusut.

"Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%, dibutuhkan harga gas yang kompetitif bagi pelaku industri," kata dia, Selasa (22/10).

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto berharap pemerintah dapat terus melanjutkan kebijakan HGBT yang terbukti mampu membantu kinerja industri keramik dalam melewati tantangan sulit, seperti banjir impor keramik China.

Keberadaan HGBT ditambah penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) diharapkan bisa mengangkat utilisasi produksi keramik nasional menjadi 67%--68% pada akhir tahun nanti.

Baca Juga: Begini Kata HKI Soal RPP Gas Bumi untuk Kebutuhan dalam Negeri

Namun, Asaki kembali mengingatkan agar kebijakan HGBT diberlakukan secara utuh, alias tidak ada lagi penerapan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT).

Kebijakan ini membuat para pelaku usaha mesti membayar gas dengan harga lebih mahal ketika pemakaian melewati kuota.

"Selama ini, pelaku usaha keramik di Jawa Barat dan Timur hanya mendapat HGBT sebanyak 65% saja," pungkas Edy, Selasa (22/10).

Selanjutnya: Kemenkeu di Bawah Presiden, Pemerintah Dinilai Serius Menuju Pertumbuhan Ekonomi 8%

Menarik Dibaca: 7 Tanda Tubuh Overhidrasi Akibat Terlalu Banyak Minum Air Putih, Jangan Disepelekan!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto