JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah melakukan negosiasi ulang jumlah gas yang akan diekspor ke Singapura. Dengan begitu, alokasi kebutuhan gas pada industri dalam negeri bisa terpenuhi. Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, mengatakan, akibat jumlah gas yang diekspor tidak memperhitungkan kebutuhan gas di dalam negeri, sehingga pasokan gas untuk industri saat ini baru terpenuhi 46% dari kebutuhan total industri.Sebagai gambaran, kebutuhan gas untuk industri pupuk sekitar 850 mmscfd baru terpenuhi 85%, sedangkan industri lainnya sebesar 1900 mmscfd baru bisa terpenuhi 65%. Soal harga, para pelaku usaha berbasis gas bersedia membeli dalam level komersial selama pasokan tersedia secara kontinu. Bersama kementerian terkait, Kemenperin berupaya menginventarisasi kebutuhan gas dalam negeri sembari mempercepat proses pembangunan receiving terminal (floating ataupun mobile). "Semoga semua itu bisa terealisasi di 2012," ujarnya. Hidayat sebelumnya pernah menyebut, kebutuhan gas industri untuk 2012 akan dipasok oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui alokasi tambahan yang disalurkan BP Migas. Alokasi tambahan itu akan digunakan untuk memasok kebutuhan gas sambil menanti rampungnya terminal penerima terapung (floating terminal receiving)."Sambil menunggu floating terminal receiving selesai pada akhir 2012, kekurangan gas akan kita penuhi dari impor atau PGN yang dapat jatah lebih dari BP Migas," ucapnya.Dia mengaku, telah meminta BP Migas agar memberi kepastian pasokan gas tambahan untuk PT PGN sebelum floating terminal receiving terminal rampung. Sehingga kasus penghentian pasokan gas di tengah produksi seperti yang terjadi di wilayah Jawa Timur tidak terulang. Direktur Industri Kimia Dasar Ditjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian, Tony Tanduk, menambahkan, masih akan mengandalkan hasil produksi gas dalam negeri sebagai sumber pemasok kebutuhan industri pupuk, baja, dan lainnya. "Impor salah satu alternatif saja," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kemenperin renegosiasi ekspor gas ke Singapura
JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah melakukan negosiasi ulang jumlah gas yang akan diekspor ke Singapura. Dengan begitu, alokasi kebutuhan gas pada industri dalam negeri bisa terpenuhi. Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, mengatakan, akibat jumlah gas yang diekspor tidak memperhitungkan kebutuhan gas di dalam negeri, sehingga pasokan gas untuk industri saat ini baru terpenuhi 46% dari kebutuhan total industri.Sebagai gambaran, kebutuhan gas untuk industri pupuk sekitar 850 mmscfd baru terpenuhi 85%, sedangkan industri lainnya sebesar 1900 mmscfd baru bisa terpenuhi 65%. Soal harga, para pelaku usaha berbasis gas bersedia membeli dalam level komersial selama pasokan tersedia secara kontinu. Bersama kementerian terkait, Kemenperin berupaya menginventarisasi kebutuhan gas dalam negeri sembari mempercepat proses pembangunan receiving terminal (floating ataupun mobile). "Semoga semua itu bisa terealisasi di 2012," ujarnya. Hidayat sebelumnya pernah menyebut, kebutuhan gas industri untuk 2012 akan dipasok oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui alokasi tambahan yang disalurkan BP Migas. Alokasi tambahan itu akan digunakan untuk memasok kebutuhan gas sambil menanti rampungnya terminal penerima terapung (floating terminal receiving)."Sambil menunggu floating terminal receiving selesai pada akhir 2012, kekurangan gas akan kita penuhi dari impor atau PGN yang dapat jatah lebih dari BP Migas," ucapnya.Dia mengaku, telah meminta BP Migas agar memberi kepastian pasokan gas tambahan untuk PT PGN sebelum floating terminal receiving terminal rampung. Sehingga kasus penghentian pasokan gas di tengah produksi seperti yang terjadi di wilayah Jawa Timur tidak terulang. Direktur Industri Kimia Dasar Ditjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian, Tony Tanduk, menambahkan, masih akan mengandalkan hasil produksi gas dalam negeri sebagai sumber pemasok kebutuhan industri pupuk, baja, dan lainnya. "Impor salah satu alternatif saja," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News