Kemenperin Respons Pernyataan Mendag tentang Bahan Peledak PT Pindad



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merespons pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Jumat (31/5) terkait bahan peledak pesanan PT Pindad (Persero) yang tertahan di pelabuhan. 

Zulkifli menyebutkan bahwa keterlambatan penerbitan Persetujuan Impor (PI) disebabkan lambatnya Kemenperin mengeluarkan Pertimbangan Teknis (Pertek).

Kemenperin menelusuri permintaan rekomendasi impor dari PT Pindad melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) dan klarifikasi langsung kepada PT Pindad. Hasil penelusuran menunjukkan tidak ada permohonan Pertek dari PT Pindad yang masuk ke SIINas pada Maret-April 2024.


Baca Juga: Jokowi Sebut Pabrik PT Pindad akan Dipindahkan dari Bandung ke Subang

Berdasarkan Permendag 25 Tahun 2022, Permendag 36 Tahun 2023, Permendag 3 Tahun 2024, Permendag 7 Tahun 2024, dan Permendag 8 Tahun 2024, perizinan impor bahan peledak dengan kode HS tertentu diterbitkan oleh kementerian/lembaga lain, bukan Kemenperin.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menegaskan, Kemenperin dikambinghitamkan terkait keterlambatan penerbitan Pertek impor bahan peledak PT Pindad.

Menurutnya, Mendag keliru menyebutkan Kemenperin sebagai penyebab tertahannya kontainer bahan peledak PT Pindad di pelabuhan.

Febri juga menyoroti bahwa Mendag tidak cermat dalam memahami peraturan perundang-undangan terkait impor bahan peledak. Kemenperin meminta Kemendag mencermati lamanya waktu terbit Persetujuan Impor (PI) selama kebijakan lartas pada Maret-Mei 2024.

Baca Juga: Tambah investasi, Dahana masuk kawasan berikat

Kemenperin telah menerbitkan 1.086 Pertek terkait komoditas besi dan baja pada periode tersebut, namun PI yang diterbitkan Kemendag hanya 821.

Febri menekankan bahwa menumpuknya kontainer impor di pelabuhan bukan disebabkan oleh Pertek yang diterbitkan Kemenperin. Menutup pernyataannya, Febri mengajak semua pihak mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam pengelolaan negara dan pemerintahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli