JAKARTA. Industri dalam negeri dinilai belum mampu memaksimalkan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) nasional, sehingga kesejahteraan masyarakat masih rendah. Atas dasar itu, pemerintah menekankan agar sektor industri yang berbasis SDA untuk mengembangkan industri hilir dan difasilitasi melalui Rancangan Undang-Undang(RUU) tentang Perindustrian. Menteri Perindustrian Muhammad Sulaiman Hidayat, mengatakan, pemerintah akan menekankan peningkatan industri hilir dalam pembahasan RUU tentang Perindustrian. "Industri hilir kita sudah mulai tumbuh, dan ini perlu ditingkatkan," ujarnya di Gedung Bidakara, Rabu (19/6).
Sebagai info, RUU tentang Perindustrian merupakan inisiatif dari pemerintah serta sebagai pengganti dari UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perubahan paradigma pembangunan industri. Nah, kelak UU baru itu akan mendukung terwujudnya industri berdaya saing tinggi. Menurut Hidayat, pemanfaatan SDA perlu diatur dan dikelola oleh pemerintah sehingga dapat menyejahterakan masyarakat. Pengelolaan SDA ini juga diharapkan digunakan semaksimal mungkin di dalam negeri oleh para pelaku industri. Salah satu fokus pemerintah adalah hilirisasi industri berbasis agro, minyak dan gas (migas), dan bahan tambang mineral. Hal ini berdasar masih tingginya ekspor bahan mentah komoditas agro, migas, dan pertambangan. Sebagai gambaran, untuk total produksi minyak kelapa sawit (CPO) pada tahun 2012 mencapai 26,5 juta ton naik dari tahun sebelumnya sekitar 23,5 jua ton. Sementara total ekspor selama tahun 2012 sebesar 18,14 juta ton atau mayoritas dari total produksi dalam negeri. "Bila dilakukan hilirisasi industri, maka untuk pengolahan CPO menjadi surfactant dan bahan kosmetik dapat meningkatkan nilai tambah menjadi 4,6 kali lipat," ujarnya. Hidayat mengatakan, untuk mendukung hilirisasi industri pemerintah akan memaksimalkan tersedianya infrastruktur pendukung produksi dan distribusi barang serta efektivitas pelayanan birokrasi dan kepastian regulasi. Kemudian menjamin adanya pasokan bahan baku dan sumber energi pada harga kompetitif. Terkait pemberian insentif bagi hilirisasi industri, menurut Hidayat, pemerintah akan mendukung dengan evaluasi pengenaan tarif bea keluar CPO, kakao, dan 65 jenis bijih mineral serta pemberian
tax holiday dan
tax allowance. Pemerintah juga menjanjikan, menggencarkan promosi investasi dan pengembangan pembangunan kawasan industri di beberapa daerah. Dalam draft RUU tentang Perindustrian yang diterima Kontan, pada Pasal 19 dan Pasal 20 disebutkan pemerintah wajib memfasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri nasional. Pembiayaan yang berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah(Pemda) dapat diberikan kepada Perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD). Pembiayaan yang diberikan kepada BUMN dan BUMD dalam bentuk pemberian pinjaman, hibah atau penyertaan modal. Serta untuk perusahaan swasta bentuk pembiayaan seperti penyertaan modal, keringanan bunga pinjaman, potongan harga pembelian mesin dan peralatan, dan bantuan mesin dan peralatan. Hidayat mengatakan, pemerintah mengharapkan agar pengesahan RUU tentang Perindustrian dapat dilakukan maksimal akhir tahun 2013 ini. Hal ini juga untuk mendukung kesiapan Indonesia menghadapi perdagangan bebas ASEAN pada tahun 2015 nanti. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, menuturkan, selama ini ekspor produk SDA sebagai bahan dasar belum mampu menyejahterakan masyarakat. "Selama ini industri produksi bahan baku di dalam negeri malah merusak kondisi SDA dan menjauhkan dari tujuan utama," ujarnya. Menurut Suryo, kedepan melalui RUU tentang Perindustrian perlu didorong pembangunan industri pengolahan atau hilirisasi. Hal ini sebagai pendorong adanya peraturan industrialisasi secara umum dan beralih dari orientasi sektoral. Namun, Suryo menilai, industri hilirisasi sangat berat untuk diterapkan karena perlu modal yang besar termasuk teknologi baru. "Teknologi tidak akan sukarela diberikan pihak asing ke dalam negeri serta meningkatkan ketergantungan pemerintah terhadap asing," ujarnya.
Hal ini yang menurut kalangan pengusaha perlu diperhatikan pemerintah dalam rangka memudahkan untuk membangun industri hilirisasi. Seperti diketahui untuk membangun satu smelter di industri pertambangan dan mineral membutuhkan dana sekitar US$ 1 miliar atau setara Rp 10 triliun. Sebelumnya, Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto, mengatakan, pembahasan RUU tentang perindustrian untuk mendukung upaya peningkatan kualitas industri dalam negeri. "Saat ini masih mendengar masukan dari pakar, targetnya maksimal akhir tahun 2013 sudah selesai. Nantinya industri dalam negeri harus mengutamakan penyediaan produk yang bernilai tambah," ujarnya. Airlangga menambahkan, RUU Perindustrian juga akan mengatur tentang pemberdayaan industri kecil dan menengah. Termasuk adanya kewajiban industri untuk menggunakan produk dalam negeri. Penggunaan produk dalam negeri wajib dilakukan oleh lembaga negara, Badan Usaha Milik Negara(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah(BUMD), serta swasta yang menggunakan dana APBN. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan