Kemenperin siapkan dana US$ 31,5 miliar untuk benahi industri manufaktur yang kritis



KONTAN.CO.ID - CIKARANG. Kementerian Perindustrian telah menyiapkan dana US$ 31,5 miliar untuk membenahi industri manufaktur yang tertekan. Dana ini akan digunakan untuk memenuhi keperluan investasi manufaktur khususnya Industrialisasi Substitusi Impor (ISI) hingga 2024 mendatang.

Data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis IHS Markit pada Oktober 2019 menunjukkan level manufaktur Indonesia berada di 47,7 di bawah batas aman yakni di level 50. Nilai ini menunjukkan manufaktur Indonesia memasuki masa kritis.

Baca Juga: Kadin: Bonus demografi bila tak dikelola dengan baik akan menjadi beban


Direktur Jendral Perindustrian Kimia, Farmasi, dan Tekstil Muhammad Khayam menyatakan bisnis manufaktur dalam negeri memang masih tertekan. "Pemerintah mencoba membenahinya dengan program Substitusi Impor yakni pemanfaatan bahan baku secara mandiri, tidak bergantung pada impor," jelasnya kepada Kontan di Cikarang, Kamis (7/11). 

Khayam menyatakan investasi yang sudah disiapkan sebesar US$ 31,5 miliar untuk industri manufaktur. Khayam menjelaskan ke depannya Indonesia mesti mampu mengolah bahan baku menjadi produk industri sehingga impor terbesar yakni bahan baku dapat ditekan.

Kalau sudah berhasil lakukan substitusi impor, Khayam bilang otomatis produksi manufaktur dalam negeri bisa tumbuh dua kali lipat.

Sembari melakukan pembenahan substitusi impor, Khayam menyatakan pemerintah juga harus mengintegrasi semua kementerian agar ekspor menjadi lebih mudah. Misalnya saja dengan memperbaiki sistem One Single Submission (OSS) untuk kemudahan ekspor atau memberikan insentif untuk perusahaan yang barangnya banyak diekspor.

Baca Juga: Pacu pertumbuhan ekonomi, BI dorong pemda kembangkan industri pariwisata

Setelah mampu memanfaatkan bahan baku dan ekspor produk jadi, Khayam memproyeksikan impor bahan baku khusus di industri kimia yang masih di atas US$ 20 miliar per tahun mampu dipangkas setengahnya atau minimal di bawah US$ 10 miliar per tahun. 

Khayam menyatakan dirinya optimistis tugas ini bisa terlaksana karena yang penting perencanaan dan realisasinya. Menurutnya Indonesia sudah beberapa kali mengalami krisis dan terbukti mampu bertahan. Di tengah ancaman resesi global saat ini saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap bertahan di 5%.

Baca Juga: Pengangguran tercatat naik meski TPT turun tipis, ini kata BPS dan ekonom

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli