KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hidrogen menjadi salah satu alternatif energi yang diharapkan dapat menggantikan pasokan bahan bakar fosil untuk sektor industri. Sebagai
energy carrier, hidrogen dinilai ramah lingkungan dan serba guna. Melihat potensi ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang menyusun peta jalan atau
roadmap pengembangan hidrogen, khususnya hidrogen hijau untuk sektor industri. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menyebut bahwa konversi energi menggunakan hidrogen di dalam negeri masih terkendala biaya yang tinggi.
Baca Juga: Indonesia Ajukan 34 Proyek Transisi Energi Untuk Raih Pendanaan Jepang "Kami baru melakukan demonstrasi di dalam negeri. Kalau langsung masuk ke konversi hidrogen akan lebih baik, tetapi harganya masih mahal," ujar Eniya saat ditemui Kontan..co.id, Sabtu (24/8). Karena kendala biaya ini, Eniya mengatakan Kementerian ESDM saat ini fokus pada pengembangan pasar ekspor hidrogen terlebih dahulu. "Untuk hidrogen, kami akan menciptakan pasar ekspor lebih dulu, karena di dalam negeri belum ada yang menggunakan hidrogen sebagai energi terbarukan untuk substitusi gas," tambahnya. Eniya juga menyampaikan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan
roadmap hidrogen dan amonia yang akan dirilis tahun ini.
Baca Juga: Indonesia dan Jepang Teken Kerjasama Transisi Energi "Kami sudah mengeluarkan strategi nasional terkait hidrogen. Ekosistemnya sedang dibangun, dan salah satunya adalah roadmap hidrogen dan amonia yang akan kami keluarkan secara detail tahun ini," ujarnya. Dalam pertemuan Asia Zero Emission Community (AZEC), Eniya mengungkapkan bahwa beberapa proyek berbasis hidrogen telah dibahas. Mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif juga telah mengarahkan agar Indonesia membangun fasilitas penyimpanan amonia. Sebagai informasi, hidrogen dapat diubah menjadi amonia dengan mencampurkan nitrogen. Amonia ini banyak digunakan dalam industri pupuk, bahan pendingin, dan industri plastik. "Dalam pertemuan AZEC, beberapa proyek berbasis hidrogen sudah dibahas. Mantan Menteri ESDM juga telah mengarahkan untuk membangun fasilitas penyimpanan amonia," jelas Eniya.
Baca Juga: Sepuluh Tahun Janji dan Realisasi di Sektor Energi Era Jokowi (Bag 2) Eniya menambahkan, agar berhasil membangun pasar ekspor, pemerintah perlu segera mengembangkan fasilitas penyimpanan amonia, mengingat banyak negara yang berpotensi menjadi pembeli produk hidrogen ini. "Kami harus mengembangkan fasilitas penyimpanan di Sumatera dan Jawa, karena beberapa negara seperti Jepang, Korea, sebagian wilayah China, dan Taiwan masih berpotensi menjadi pembeli. Potensi terbesar adalah Jepang dan Korea, dan kita tidak boleh kalah dengan Australia," ungkapnya. Eniya juga menjelaskan bahwa sumber hidrogen bisa berasal dari batubara, meskipun dalam prosesnya harus menggunakan teknologi
Carbon Capture and Storage (CCS).
"Batubara kita bisa menjadi sumber hidrogen, meskipun harus menggunakan teknologi carbon capture. Namun, ini bisa menjadi arah pengembangan ke depan. Bahkan jika batubara digunakan tanpa teknologi carbon capture dan diubah menjadi gas, itu tetap merupakan bagian dari transisi energi kita," kata Eniya.
Baca Juga: Ini Penyebab Perkembangan Industri Hidrogen Dalam Negeri Masih Terkendala "Jadi, kita harus memproduksi gas sebanyak mungkin. Karena jika gas diambil langsung dari pengeboran, biayanya besar, lebih besar daripada konversi batubara menjadi gas. Saya sangat mendorong industri batubara untuk mengkonversi batubara menjadi gas," tambahnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto