KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui tak mengetahui isi dari 26.000 lebih kontainer yang tertahan di beberapa pelabuhan Indonesia seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Belawan dan lainnya. Informasi terkait isi dari kontainer menurut Kemenperin akan mempengaruhi kebijakan yang berlaku. Juru bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif mengatakan pertanyaan terkait isi dari kontainer-kontainer yang itu lebih tepat ditanyakan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Apakah isi dari kontainer itu? Kami juga sampai sekarang tidak tahu. Apakah itu isinya bahan baku, apakah isinya produk hilir atau barang jadi kami juga belum tahu sampai sekarang. Sebenarnya yang lebih tahu itu ya kawan-kawan di Bea Cukai karena itu masuk kewenangan mereka,” ungkap Febri dalam konferensi pers Kemenperin yang diadakan di Jakarta, Senin, (20/5).
Baca Juga: Kemenperin Bantah Penumpukan 26.000 Kontainer Ganggu Rantai Pasok Dalam Negeri Febri mengatakan Kemenperin menolak jika penumpukan kontainer berdampak pada supply chain atau rantai pasok dalam negeri. “Tapi dengan mengatakan bahwa penumpukan itu berdampak pada supply chain lokal industri dalam negeri, kami menolaknya. Karena tidak ada industri yang melapor atau mengeluhkan pada kami sejak pemberlakuan Lartas (larangan terbatas) ini mereka kesulitan bahan baku. Artinya lancar-lancar saja,” tambahnya. Dengan tidak adanya aduan atau keluhan dari pelaku industri Indonesia, Febri dan Kemenperin menyimpulkan bahwa tidak ada bahan baku impor yang tertahan atau menumpuk di pelabuhan. “Jadi sebaiknya pertanyaan (isi kontainer) tersebut ditanyakan ke teman-teman Bea Cukai, apa isi dari kontainer yang menumpuk di pelabuhan,” ungkapnya. Dalam kesempatan yang sama, Febri juga mengatakan bahwa Kemenperin harus menjaga keseimbangan antara produksi dalam negeri dengan pasarnya. “Kami tidak alergi dengan barang impor sepanjang barang-barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri, sedangkan produksinya di dalam negeri tidak mencukupi. Dengan demikian, kebijakan Lartas diarahkan untuk tidak mengganggu industri dalam negeri,” ungkapnya. Meski begitu, kesimpangsiuran mengenai tertahannya 26.000 lebih kontainer di pelabuhan menurut Kemenperin adalah permasalahan teknis yang diakibatkan adanya perubahan-perubahan kebijakan yang diakibatkan oleh perubahan Peraturan Menteri Perdagangan.
Baca Juga: Gobel: Buka Tutup Kebijakan Impor Beri Ketidakpastian kepada Investor “Sesuai dengan ketentuan penyusunan peraturan perundang-undangan, setiap penyusunan peraturan harus melalui proses yang melibatkan Kementerian/Lembaga terkait. Oleh karena itu, dampak dari perubahan suatu peraturan tidak menjadi tanggungjawab satu Kementerian/Lembaga saja,” tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi