JAKARTA. Indonesia menjajaki kerja sama investasi mesin tekstil dengan Jepang. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melakukan pendekatan agar Jepang bersedia membangun pabrik mesin tekstil di Indonesia.Apabila restrukturisasi mesin tekstil berhasil maka efeknya bakal terasa pada efisiensi produksi. Proses produksi yang makin baik akan berimbas pada meningkatnya performa industri dalam negeri untuk dapat menutup penurunan ekspor akibat krisis global.Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahajana, mengatakan, restrukturisasi mesin memberikan peluang bagi industri dalam negeri untuk memiliki daya saing tinggi karena efisiensi mendorong harga produk bakal lebih murah. Bahkan, dengan memiliki produk dengan harga bersaing dapat memberikan kesempatan bagi pelaku usaha lokal mengambil pangsa pasar negara lain. "Ini yang kita tawarkan pada industri permesinan domestik supaya restrukturisasi ribuan mesin tidak hanya dinikmati investor asing, tapi sekaligus memperkuat industri permesinan kita," tuturnya, Senin (14/11).Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi, menambahkan, tengah membujuk Jepang agar mau berinvestasi pada pembuatan mesin jahit dan mesin penggulung benang.Sayangnya, pertemuannya dengan Jepang belum membuahkan hasil positif. Jepang masih membutuhkan dua hingga tiga kali pertemuan untuk memutuskan rencana investasi itu secara final.Penjajakan yang telah terjadi baru membahas tentang bentuk kerja sama investasi. Selain Jepang, Budi pun pernah menawari Taiwan agar bersedia menanamkan modalnya pada sektor otomotif dan mesin tekstil. Negara itu ahli pada pembuatan mesin jahit dan mesin produksi sepatu. "Kita baru tawarkan. Dia akan coba networking dengan industrinya," katanya.Sayangnya, dia tidak menjelaskan rinci tentang besaran investasi untuk industri mesin jahit. Nilai investasi, menurutnya, tergantung kapasitas dan keinginan perusahaan masing-masing. Namun, beberapa komponen mesin jahit seperti spindle, weeping, dan laundry belum dapat diproduksi di dalam negeri.Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, menilai, investor Jepang harus mendapat insentif pajak agar merealisasikan rencana pembangunan pabrik mesin tekstil di Indonesia. Sebab, investor sulit masuk ke Indonesia tanpa diiming-imingi insentif.Pemerintah, misalnya dapat memberikan pembebasan atau pengurangan pembayaran pajak dalam waktu tertentu (tax holiday) atau insentif lainnya. Nantinya, apabila Jepang mulai menjual produknya maka industri tekstil dalam negeri akan mendapat keuntungan dari segi nilai.Sebagai gambaran, harga satu mesin jahit selama ini minimal bisa dihargai US$ 600. Apabila Jepang menyuplai secara langsung maka industri domestik kemungkinan mendapatkan harga jauh lebih rendah lantaran tidak adanya biaya distribusi atau bea masuk.Indonesia sebenarnya memiliki 2.900 perusahaan tekstil yang harus mendapatkan proses restrukturisasi mesin. Sekitar 600 perusahaan di antaranya telah menjalani proses itu, tapi sisanya masih belum direstrukturisasi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kemenperin undang investor asing restrukturisasi mesin tekstil
JAKARTA. Indonesia menjajaki kerja sama investasi mesin tekstil dengan Jepang. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melakukan pendekatan agar Jepang bersedia membangun pabrik mesin tekstil di Indonesia.Apabila restrukturisasi mesin tekstil berhasil maka efeknya bakal terasa pada efisiensi produksi. Proses produksi yang makin baik akan berimbas pada meningkatnya performa industri dalam negeri untuk dapat menutup penurunan ekspor akibat krisis global.Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahajana, mengatakan, restrukturisasi mesin memberikan peluang bagi industri dalam negeri untuk memiliki daya saing tinggi karena efisiensi mendorong harga produk bakal lebih murah. Bahkan, dengan memiliki produk dengan harga bersaing dapat memberikan kesempatan bagi pelaku usaha lokal mengambil pangsa pasar negara lain. "Ini yang kita tawarkan pada industri permesinan domestik supaya restrukturisasi ribuan mesin tidak hanya dinikmati investor asing, tapi sekaligus memperkuat industri permesinan kita," tuturnya, Senin (14/11).Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi, menambahkan, tengah membujuk Jepang agar mau berinvestasi pada pembuatan mesin jahit dan mesin penggulung benang.Sayangnya, pertemuannya dengan Jepang belum membuahkan hasil positif. Jepang masih membutuhkan dua hingga tiga kali pertemuan untuk memutuskan rencana investasi itu secara final.Penjajakan yang telah terjadi baru membahas tentang bentuk kerja sama investasi. Selain Jepang, Budi pun pernah menawari Taiwan agar bersedia menanamkan modalnya pada sektor otomotif dan mesin tekstil. Negara itu ahli pada pembuatan mesin jahit dan mesin produksi sepatu. "Kita baru tawarkan. Dia akan coba networking dengan industrinya," katanya.Sayangnya, dia tidak menjelaskan rinci tentang besaran investasi untuk industri mesin jahit. Nilai investasi, menurutnya, tergantung kapasitas dan keinginan perusahaan masing-masing. Namun, beberapa komponen mesin jahit seperti spindle, weeping, dan laundry belum dapat diproduksi di dalam negeri.Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, menilai, investor Jepang harus mendapat insentif pajak agar merealisasikan rencana pembangunan pabrik mesin tekstil di Indonesia. Sebab, investor sulit masuk ke Indonesia tanpa diiming-imingi insentif.Pemerintah, misalnya dapat memberikan pembebasan atau pengurangan pembayaran pajak dalam waktu tertentu (tax holiday) atau insentif lainnya. Nantinya, apabila Jepang mulai menjual produknya maka industri tekstil dalam negeri akan mendapat keuntungan dari segi nilai.Sebagai gambaran, harga satu mesin jahit selama ini minimal bisa dihargai US$ 600. Apabila Jepang menyuplai secara langsung maka industri domestik kemungkinan mendapatkan harga jauh lebih rendah lantaran tidak adanya biaya distribusi atau bea masuk.Indonesia sebenarnya memiliki 2.900 perusahaan tekstil yang harus mendapatkan proses restrukturisasi mesin. Sekitar 600 perusahaan di antaranya telah menjalani proses itu, tapi sisanya masih belum direstrukturisasi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News