KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan Indonesia bisa mencapai produksi 35 juta ton beras pada tahun depan guna menekan laju impor. Plt Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi menyampaikan, terdapat sembilan arahan atau strategi untuk mewujudkan target produksi 35 juta ton beras di dalam negeri sehingga bisa menekan impor. Salah satunya dengan meningkatkan target produktivitas, dari 5,2 ton per hektare (Ha), menjadi 5,4 ton per hektare hingga 5,7 ton per hektare.
Baca Juga: Target Produksi Beras pada Tahun Depan Dipatok 35 Juta Ton Meski Ada El-Nino “Kita tingkatkan produksi beras di dalam negeri,” ujar Arief, Minggu (15/10). Selain meningkatkan target produktivitas, Arief memberikan arahan untuk memastikan detail asuransi pertanian dan optimalisasi pemanfaatan alsintan. Adapun untuk penyediaan pupuk subsidi dan komersil, ia meminta agar stok pupuk dapat dipastikan secara detail pada 26.000 outlet pupuk di Indonesia. Selain itu, susunan dari program-program Kementan ini juga dipastikan dapat bersinergi dengan kepala dinas provinsi dan kabupaten/kota. Dalam paparannya, Kementan akan memberikan reward bagi kepala dinas yang dapat memenuhi target. Untuk mendukung peningkatan produktivitas, Kementan juga menetapkan penanggung jawab wilayah di setiap wilayah, serta gerakan penyuluh pertanian. Ke depan, Kementan memastikan agar peran dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dapat dioptimalisasikan.
Baca Juga: Tingkatkan Produksi dan Jaga Ketahanan Pangan Dalam Negeri, Begini Upaya Pemerintah Arief menambahkan, ketahanan air juga menjadi faktor yang penting dalam upaya merealisasikan strategi-strateginya sehingga bisa mencapai target produktivitas beras di dalam negeri. Asal tahu saja, pemerintah mencatat, total beras impor untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang sudah terealisasi yakni 1,7 juta ton beras dari target 2 juta ton di tahun 2023. Adapun untuk sisa akhir tahun ini, pemerintah berencana untuk mengimpor 1,5 juta ton beras tambahan. Namun, Bulog memperkirakan, yang terealisasi mungkin hanya sekitar 500.000 ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi