KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) bakal meningkatkan pengawasan realisasi wajib tanam bawang putih di kalangan importir. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan peningkatan pemantauan program wajib tanam bawang putih diberlakukan agar Indonesia tidak selamanya bergantung pada pasokan bawang putih impor. Sebabnya, ancaman ketahanan pangan global saat ini dianggap semakin nyata. "Kita tidak boleh main-main atau setengah hati. Harus totalitas menjaga produksi pangan nasional. Negeri ini tidak boleh terlalu tergantung dengan produksi negara lain, termasuk bawang putih," ujar Amran dalam keteranganya, Selasa (7/5).
Pihaknya mengklaim wajib tanam bawang putih rutin dilakukan evaluasi. Tahun ini, Setidaknya 100 improtir yang mengantongi rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) pada 2023-2024 telah mengikuti evaluasi dan asistensi program wajib tanam bawang putih dari Kementan.
Baca Juga: Ombudsman Usul Tentang Wajib Tanam Bawang Putih, Begini Kata Mentan Sementara itu, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Andi Idil Fitri mengatakan, kebutuhan rata-rata bawang putih secara nasional mencapai 600.000 ton - 650.000 ton per tahun. Dengan adanya program wajib tanam minimal 5%, dia memperkirakan ada 30.000 ton bawang putih yang bisa diproduksi dari dalam negeri setiap tahunnya. "Selebihnya bisa kita genjot (produksi) dari swadaya petani maupun stimulus APBN," tutur Adil. Dia mengklaim, Indonesia pernah mencapai swasembada bawang putih pada masa lampau. Namun sejak tahun 1996 hingga saat ini sebagian besar pasokan bawang putih mengandalkan pengadaan dari China. Meski demikian, dia mengaku optimistis produksi bawang putih dalam negeri bisa terus digenjot seiring potensi lahan dan petani yang masih tersedia. "Strategi kita sudah ada. Benih harus kita persiapkan terlebih dulu, setelah itu masuk penetrasi konsumsi. Kuncinya adalah konsistensi program, anggaran, dan harga yang menguntungkan sehingga petani semangat untuk kembali menanam bawang putih," jelas Adil. Asisten Deputi Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Yuli Sri Wilanti menegaskan, pemerintah terus memperbaiki pelaksanaan wajib tanam bawang putih di kalangan importir. Dia mengusulkan implementasi sistem close-loop dalam program wajib tanam bawang putih dengan menghubungkan pasar kepada petani bawang putih. Selain itu, ia juga meminta agar diterapkan mekanisme reward (penghargaan) dan punishment (sanksi) bagi importir dalam melaksanakan program wajib tanam bawang putih.
Baca Juga: Importir Mengklaim Ketentuan Wajib Tanam Bawang Putih Sudah Dijalankan "Perbaikan terkait pelaksanaan dan pengawasan wajib tanam dan produksi harus terus dilakukan Kementan dan kami di Kemenko Perekonomian mensinergikan stakeholder terkait untuk mengawal proses perbaikan tersebut,” ujar Yuli. Diketahui, ketentuan wajib tanam 5% dari volume impor yang di dapatkan oleh importir termaktub dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.46/2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis. Hanya saja, kebijakan ini kerap dianggap program yang gagal. Pasalnya, hingga kini, Indonesia masih belum terlepas dari belenggu impor bawang putih dari China. Bahkan, Ombudsman RI menyebut kebijakan mewajibkan importir bawang putih menanam bawang putih sebagai kompensasi atas izin yang diperoleh adalah kebijakan yang gagal.
Hal itu terlihat dari jumlah impor yang melebihi dari jumlah yang dibutuhkan. Dari data BPS yang diolah oleh Ombudsman sejak 2018 hingga 2022 terdapat gap yang besar antara realisasi impor dengan kebutuhan impor. Misalnya, pada 2018, kekurangan suplai bawang putih (selisih konsumsi dengan produksi) sebanyak 416.718 ton. Namun, realisasi impor mencapai 586.030 ton. Artinya, ada gap antara realisasi impor dengan kebutuhan impor hingga 41%. Begitupun dengan gap pada 2019 sebesar 20%, 2020 sebesar 61%, 2021 sebesar 32%, dan 2022 sebesar 10%. "Jadi sudah jelas wajib tanam itu gagal, ya kalau gagal evaluasi dong di mana letak kegagalannya. Nah ini salah satu bukti dari wajib tanam yang gagal," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/1). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi