Kementerian ATR akan permudah SKK Migas kuasai lahan untuk pengeboran migas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) akan memudahkan bagi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk mendapatkan tanah untuk pengeboran minyak dan gas. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemerintah akan memberikan diskresi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk digunakan sebagai kepentingan umum. 

Menteri ATR/ BPN Sofyan A Djalil mengatakan, sejauh ini dalam undang-undang tersebut tercantum SKK Migas sebagai pengguna lahan tanah di Indonesia, namun belum tercantum sebagai penggunaan publik. "Intinya dalam undang-undang ini daftar yang dianggap kepentingan umum tidak termasuk migas. Padahal kami tahu migas sangat pnting," ujarnya, Senin (28/1).

Menurutnya, produksi migas saat ini mencapai 800.000 barrel, dimana ini tidak mencukupi sehingga harus impor 1 juta barel. Hal inilah yang mendasari pentingnya diskresi lahan di Indonesia. "Oleh karena itu, saya sebagai menteri akan keluarkan diskresi dan akan memberlalukan ini sebagai kepentingan publik," ujarnya.


Sejauh ini,  SKK migas tidak dimasukkan sebagai kepentingan publik karena pemerintah kurang memberi perhatian kepada industri migas. "Memang dalam undang-undang itu di daftar tapi migas tidak masuk. Karena waktu itu barangkali perdebatan di dewan tidak melihat atau kurang memperhatikan industri tersebut," ungkapnya.

Meski demikian dengan adanya undang-undang administrasi pemerintah, maka pemerintah dapat memberikan diskresi kepada menteri dengan alasan tertentu. "Syukur Alhamdulillah ada undang-undang administrasi pemerintah, kemudian kita akan coba masukkan ke situ. Kami usahakan nanti ada peraturan baru atau nanti akan kami bikin peraturan yang lebih kuat seperti perpres," jelasnya.

Sofyan menilai sejauh ini proses yang dilakukan adalah business to business (b to b) yang dinilai sulit dalam mengadakan lahan. Hal inilah yang secara tidak langsung berpengaruh pada produksi migas dimana kontraktor migas cenderung sulit memgurus sertifikasi tanah.

"Selama ini b to b dan itu sulit sekali. Kalau pemilik tanah tidak setuju, repot kita. Tapi kalau kepentingan umum dan ada peninjauan lokasi bahwa tanah ini dibutuhkan negara kita akan bayar ganti rugi," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli