Kementerian ATR/BPN Sebut 99.000 Hektare Tanah Telantar di 23 Provinsi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat ada 99.099,27 hektare tanah di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai tanah telantar di 23 provinsi. 

Untuk mengembalikan fungsi tanah telantar sebagaimana peruntukan awalnya, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) berupaya meningkatkan pengawasan dan mengembangkan metode pemantauan terbaru dengan artificial intelligence (AI).

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Jonahar mengatakan, Ditjen PPTR akan melakukan pengendalian secara holistik dengan metode pengendalian tahap awal, tengah, dan akhir, serta menggunakan teknologi Geo AI. 


Baca Juga: Dukung Pembangunan 3 Juta Rumah, Kementerian ATR Sebut Ada 157 ha Lahan Terlantar

Hal ini untuk efektivitas dan optimalisasi pemantauan hak atas tanah.

“Nantinya, pemantauan bisa dilakukan di Kantor Pertahanan (Kantah), di Kantor Wilayah (Kanwil), maupun Kementerian ATR/BPN pusat. Ini masih didiskusikan dan yang sedang mulai uji coba di Sulawesi Selatan,” ujar Jonahar dalam keterangan pers Selasa, (26/11).

Menurut Jonahar, tidak sedikit tanah yang dinyatakan telantar tersebut sebetulnya memiliki potensi besar. Akan tetapi pemanfaatannya tidak dikelola dengan baik oleh pemilik hak atas tanahnya. 

Hal ini jadi pekerjaan rumah bersama bagi pemerintah dan seluruh pihak terkait, untuk mencapai swasembada pangan.

“Kita berorientasi, berpikiran bahwa tanah telantar yang banyak itu, mulai sekarang, detik ini, dan ke depan itu kalau bisa tidak telantar. Kita awasi betul tidak ada yang melanggar hukum, melanggar tata ruang, dan sebagainya sehingga akhirnya tidak terjadi sengketa juga,” terang Jonahar.

Jonahar menyebut, tanpa adanya pengawasan yang efektif, banyak tanah yang sebelumnya dianggap telantar justru digunakan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya. 

Sebagai contoh, tanah pertanian yang tidak dikelola dengan baik bisa beralih menjadi lahan perumahan, komersial, atau bahkan dibiarkan terbengkalai tanpa pemanfaatan yang jelas. 

Baca Juga: Menakar Ambisi Pemerintah Memacu Produksi Bioetanol

Hal ini tidak hanya merugikan potensi ekonomi tanah tersebut, tetapi juga berisiko menimbulkan sengketa. Baik antar pemilik tanah, masyarakat, maupun pemerintah.

Jonahar mencontohkan, terjadinya sengketa biasanya berawal dari tanah yang dikuasai masyarakat akibat dari pemilik Hak Guna Usaha (HGU) tidak memanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. 

"Misal, yang luas tanah di HGU untuk kebun 10.000, ternyata baru ditanam 2.000, akhirnya 8.000 dikuasai (dimanfaatkan tanahnya) oleh masyarakat. Terjadilah sengketa,” jelas Jonahar.

Penertiban tanah telantar juga dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.

Serta Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Telantar. 

“Jangan sampai menjadi telah terlantar. Itu tugas utama kita yang paling maju ke depan,” pungkas Jonahar.

Selanjutnya: Penyelenggaraan Munaslub 2024 Digugat 18 Kadin Provinsi

Menarik Dibaca: Promo Snack Serba Rp 5.000 di Hypermart s/d 28 November 2024, Ada Cookies-Nori!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi