Kementerian ATR/BPN ungkap kendala pemantauan dan evaluasi tanah masyarakat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (PPRPT) terus melaksanakan pemantauan dan evaluasi hak atas tanah secara berkesinambungan terhadap pemenuhan kewajiban pemegang hak atas tanah.

Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu Kemeterian ATR/BPN Asnawati mengatakan, sasaran dalam pemantauan dan evaluasi hak atas tanah utamanya adalah terlaksananya pengelolaan data dan informasi hak atas tanah.

Hal ini adalah kegiatan awal pengumpulan data yang dilakukan bersumber dari komputerisasi kegiatan pertanahan (KKP) dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang menjadi objek pemantauan itu sendiri. Serta sasaran lainnya sehingga dapat terlaksananya pemantauan dan evaluasi terhadap pemenuhan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah.


Ia menjelaskan, tujuan dilaksanakannya pemantauan dan evaluasi hak atas tanah yaitu agar tanah yang telah diberikan hak dapat diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya. Serta tercapainya optimalisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan semua tanah di wilayah Indonesia.

Baca Juga: Kebijakan penerapan sertifikat elektronik dinilai belum mendesak

Adapun terdapat beberapa hambatan yang ditemui dalam melakukan pemantauan dan evaluasi hak atas tanah. Diantaranya informasi hak atas tanah di Aplikasi Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) tidak lengkap, tidak adanya dokumen di Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat saat hendak mengumpulkan data serta pemegang hak tidak kooperatif.

"Kendala ini menjadi kendala yang cukup sulit. Lalu, situasi yang tidak kondusif karena sengketa juga turut mempengaruhi pelaksanaan evaluasi hak tanah. Lalu, peralatan kurang memadai. Mungkin ini tidak dominan karena sistemnya bisa dipinjamkan dari Kantor Pertanahan atau Kantor Wilayah," kata Asnawati dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kontan.co.id, Selasa (23/2).

Selanjutnya: Ekonom: Kasus BPJS-TK tidak bisa disamakan dengan kasus Jiwasraya dan Asabri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari