KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebut, pengenaan sanksi pada kasus pelanggaran penataan tata ruang tidak serta merta berfokus pada hukuman pribadi pada sang pelaku pelanggaran. Namun juga bagaimana kaitannya dengan penanggulangan dari dampak pelanggaran yang ada. “Konsep ini dirasa adil karena tak hanya memberi efek jera, namun juga mengembalikan fungsi tata ruang tempat terjadi pelanggaran,” kata Hary Sudwijanto, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang, dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (4/3). Hary memaparkan, bentuk-bentuk pelanggaran yang kerap terjadi dalam proses penataan tata ruang. Mulai dari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan tata ruang, tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang, tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang hingga upaya menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.
Kementerian ATR/BPN utamakan sanksi administratif dalam penertiban tata ruang
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebut, pengenaan sanksi pada kasus pelanggaran penataan tata ruang tidak serta merta berfokus pada hukuman pribadi pada sang pelaku pelanggaran. Namun juga bagaimana kaitannya dengan penanggulangan dari dampak pelanggaran yang ada. “Konsep ini dirasa adil karena tak hanya memberi efek jera, namun juga mengembalikan fungsi tata ruang tempat terjadi pelanggaran,” kata Hary Sudwijanto, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang, dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (4/3). Hary memaparkan, bentuk-bentuk pelanggaran yang kerap terjadi dalam proses penataan tata ruang. Mulai dari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan tata ruang, tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang, tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang hingga upaya menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.