Kementerian BUMN ingin PGN dan Pertagas bergabung



JAKARTA. Perdebatan soal kebijakan open access jaringan pipa gas memasuki babak baru. Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan meniupkan wacana untuk menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dengan PT Pertamina Gas (Pertagas). Nantinya, perusahaan hasil merger tersebut akan berstatus sebagai anak usaha PT Pertamina (Persero).

Pertamina sebagai pihak yang paling diuntungkan jika rencana tersebut diwujudkan menyebut, penyatuan PGN dengan Pertagas akan memperkuat industri gas nasional. "Dalam hal ini, Pertamina akan dengan mudah menerapkan sistem open access untuk semua pipa, baik dibangun oleh Pertagas maupun pipa yang dibangun PGN," ungkap Ali Mundakir, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, Senin (18/11).

Afdal Bahaudin, Direktur Perencanaan Investasi & Manajemen Risiko Pertamina bilang, untuk saat ini, merger PGN dengan Pertagas masih dalam batas wacana, dan tergantung keputusan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Pertamina dan PGN. "Kalau detail transaksi dan mekanisme berapa ambil sahamnya, saya belum tahu. Sedangkan dana yang disiapkan juga belum tahu. Namun, pendanaannya bisa dari banyak sumber, dari equity, loan, dan sebagainya," tandas Afdal.


Sementara, manajemen PGN menyerahkan sepenuhnya keputusan terkait rencana Pertamina untuk mengakuisisi PGN kepada pemegang saham. Yang jelas, proses akuisisi itu nantinya masih harus melewati beberapa proses perizinan, karena terkait dengan pengalihan saham pemerintah di PGN kepada Pertamina. Asal tahu saja, saat ini, pemerintah Indonesia memiliki 53% saham di PGN.

Pendanaan jadi terbatas

Hanya saja, Sekretaris Perusahaan PGN Hery Yusuf meminta pemerintah sebagai pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan faktor keekonomian. Selama ini, sebagai entitas bisnis yang independen, PGN memiliki kemampuan atau leverage untuk mendapatkan pendanaan yang cukup tinggi.

Nah, jika nantinya diakuisisi oleh Pertamina, Hery khawatir kemampuan PGN mendapatkan pendanaan akan menurun. Pasalnya, jika sudah bergabung dalam grup Pertamina, tentu saja ada pembatasan-pembatasan bagi PGN dalam mencari pendanaan.

Soal kebijakan open acces kata Hery, PGN meminta agar beberapa syarat yang disampaikan Kementerian ESDM dipenuhi terlebih dahulu. Persyaratan yang dimaksud adalah adanya infrastruktur yang lengkap, sumber pasokan gas besar, dan adanya sejumlah pemain yang memungkinkan kompetisi dan transparansi informasi.

Bukan apa-apa. Sebagai perusahaan yang lebih banyak berperan sebagai off taker dan distributor gas, open access jelas akan mematikan bisnis PGN. Pasalnya, mereka harus bersaing dari para pemain gas, terutama Pertagas yang mempunyai akses besar dan langsung ke hulu gas yang dikuasai induknya, Pertamina.

Pengamat Migas John Karamoy mempertanyakan motif penerapan kebijakan open access di balik rencana Pertamina untuk mengakuisisi PGN. Menurut dia, sebagai perusahaan migas yang terintegrasi, Pertamina tampaknya ingin memonopoli bisnis gas, dari hulu sampai ke hilir.

Nah, selama ini, sebagai perusahaan distribusi dan transmisi gas, PGN dilihat sebagai perusahaan yang sangat menguntungkan. Karena itu, dengan langkah akuisisi tersebut, Pertamina bisa mengambil alih bisnis maupun pasar  yang digarap PGN.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini