Kementerian BUMN Pastikan BTN Tidak Dimerger, Fokus Pembenahan Agar Lebih Sehat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) tidak dimerger dengan bank lain. Hal ini menepis kabar merger bank pelat merah yang kian santer ke permukaan.    Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, Kementerian BUMN memiliki aspirasi agar bank yang fokus di kredit pemilik rumah (KPR) ini bisa lebih sehat dan kuat lagi. 

Ia melihat BTN masih harus membenahi sejumlah hal mulai dari memperbaiki struktur pendanaan hingga memperbesar kapasitas penyaluran KPR bersubsidi. 

Baca Juga: Perbankan Mulai Gencar Kembangkan Produk Simpanan Hijau


Tiko, panggilan akrab Kartika melihat, BTN termasuk bank terlambat mentransformasi sumber pendanaan untuk modal penyaluran kredit. Maklum, saat ini bank terus memacu dana murah alias saving account and current account (CASA) agar memiliki biaya dana atau cost of fund (CoF) yang lebih kompetitif. 

“Sebab, kantor cabang BTN dulu lebih fokus dalam penyaluran KPR, sedangkan pendanaan lebih banyak dari institusi sehingga terbilang mahal sekali. Sekarang, lewat transformasi kantor cabang BTN yang lebih fokus pada pendanaan, CoF mereka sudah mulai turun,” ujar Tiko kepada Redaksi KONTAN, Kamis (1/9). 

Di sisi lain, Tiko melihat komposisi penyaluran kredit bersubsidi yang disalurkan BTN masih kurang besar. Padahal backlog masih besar di angka 2 juta, sehingga BTN masih memiliki peluang dalam mengoptimalkan KPR ke segmen ini. 

Namun, ia mengakui diperlukan reformasi skema KPR subsidi dari pemerintah agar BTN bisa menangkap peluang ini dengan optimal. Lantaran, skema yang ada hanya memberikan skup pembiayaan yang rendah karena berbasiskan pada giro yang Tiko nilai masih terbatas. 

Oleh sebab itu, Kementerian BUMN mulai mengajak Kementerian Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk merumuskan skema yang lebih baik lagi. 

Seiring dengan itu, Tiko juga meminta agar BTN memperketat pemilihan pengembangan yang lebih berkualitas dan rendah risiko. Sebab, beberapa produk apartemen dan rumah susun pasarnya tengah jatuh saat ini. 

“Makanya, BTN ini tidak merger ulu, harus disehatkan. Makanya, BTN disehatkan dulu, makanya kita lakukan rights issue untuk menyehatkan capital dan reformasi bisnisnya. BTN ini kalau berhasil memperbaiki funding basednya, dan fokus ke landed subsidi lagi, harusnya profitable di sini,” jelasnya.

Ia mengakui, pekerjaan rumah yang harus dilakukan BTN dengan terus meningkatkan kualitas kredit dan dana murah. Ia ingin, agar perbedaan CoF antara BTN dan Bank Mandiri tidak terlalu jauh berkisaran di level 1% hingga 2%. Sebab, dahulu, jarak CoF BTN dan Mandiri bisa sampai 3%. 

“Kalau bisa jadi policy as mortgage bank subsidi, harusnya BTN bisa survive sendiri. Sebab ATMR (aset tertimbang menurut risiko) mereka itu rendah karena dijamin untuk rumah subsidi. Dengan kondisi itu,dengan NIM (Net interest margin) 3% saja, BTN bisa dapat ROE (return on equity) 15% hingga 17%. Asal jangan main-main ke developer nakal,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Bank BTN, Nixon LP Napitupulu menyatakan terus mengurangi obligasi dengan kupon tinggi. Hal ini dilakukan agar bisa memberikan kredit dengan bunga yang lebih kompetitif.  

Baca Juga: BTN Dukung Pembiayaan KPR Terjangkau Bagi Dosen

“Dulu BTN memang merilis obligasi jangka panjang dan mahal. Borrowing mahal ini telah kita kurangi dengan mendorong dana murah dan berkelanjutan. Kita juga merilis obligasi dengan nominal yang sedikit, tiba-tiba berhenti juga tidak bisa, nanti pasarnya ribut,” tutur Nixon beberapa waktu lalu.

Nixon mengakui bahwa BTN sempat memiliki obligasi dengan kupon relatif tinggi hingga Rp 50 triliun. Pendanaan ini terus dikurangi hingga tersisa Rp 38 triliun saat ini . Nixon menyebut idealnya dana mahal ini hanya 5% dari total pendanaan.  

“Namun juga tidak bisa tidak punya sama sekali. Karena kita harus punya instrumen juga. Tahun ini, kita targetkan himpunan dana murah bisa 45% dari total DPK,” tambah Nixon.

Asal tahu saja, BTN berencana melakukan penguatan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Rionald Silaban menyatakan aksi korporasi ini akan dilakukan pada November 2022 mendatang.

“Total rights issue BTN mencapai Rp 4,13 triliun, dimana hak publik sebanyak Rp 1,65 triliun dan pemerintah Rp 2,48 triliun,” ujarnya. 

Ia menjelaskan, skema yang akan digunakan oleh pemerintah dalam rights issue kali ini melalui kucuran penyertaan modal negara (PMN). Dengan dana itu, pemerintah tetap mempertahankan komposisi kepemilikan sahamnya di BTN sebesar 60% dan publik 40%. 

“Tanpa rights issue, BTN hanya bisa menyalurkan pembiayaan 870.000 unit rumah dalam 5 tahun mendatang. Sedangkan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) BTN akan di level 14%, lebih rendah dari syarat minimum 15,4% sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) 17 bila diberlakukan secara penuh," jelasnya.

Bila PMN sebesar Rp 2,48 triliun ini diberlakukan, maka BTN bisa menjaga rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) di atas 15,4% hingga 2025. Dengan kapasitas tersebut, BTN mampu melakukan pembiayaan perumahan sebanyak 1,32 juta unit rumah dari 2022 hingga 2025. Sebab, CAR tier-1 BTN hanya berada di level 12,6% pada kuartal kedua 2022. 

Baca Juga: Wakil Menteri BUMN Blak-Blakan Beberkan Peta Bisnis Bank Pelat Merah

Padahal rata-rata bank lain sudah berada di atas 20%. Dalam memenuhi kebutuhan modalnya, BTN menggunakan utang dengan biaya yang tinggi sehingga CAR tier-2 mencapai 4,6%, sedangkan rata-rata bank lain kecil dari 2%. 

“Terdapat potensi penurunan CAR akibat meningkatnya ATMR kredit BTN sebesar Rp 58 triliun menjadi Rp 168 triliun atau setara penurunan sebesar 4,7% menjadi 12,6%,” paparnya.

Artinya, bila publik tidak menyerap haknya, BTN akan tetap memiliki CAR di atas 15,4%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi