Kementerian BUMN sebut PLN bisa jaga likuiditas



KONTAN.CO.ID - Kementerian BUMN buka suara terkait kabar risiko keuangan PT PLN (Persero) pasca beredarnya Surat Menteri Keuangan Nomor: S-781/MK.08/2017 tanggal 19 September 2017. Dalam surat tersebut, Menteri Keuangan menyoroti penerapan tatakelola yang pruden dan sehat.

Menteri Keuangan juga memberi perhatian khusus terhadap adanya potensi risiko keuangan PLN dan agar PLN dapat menyiapkan mitigasi yang tepat agar Program Kelistrikan dapat tereksekusi dengan baik.

Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah bilang, surat tersebut menunjukan adanya posisi strategis yang diemban PLN dalam pembangunan perekonomian. Apalagi saat ini PLN bertanggung jawab pada Program 35 GW.


"Program 35 GW merupakan program infrastruktur strategis untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Untuk merealisasikan 35 GW membutuhkan dana yang tidak sedikit dan memerlukan dukungan dari semua stakeholder," jelas Edwin.

Dengan tanggungjawab yang besar tersebut, Edwin bilang, PLN juga telah melakukan sejumlah strategi untuk menjaga kondisi keuangan PT PLN (Persero). Salah satunya adalah PT PLN (Persero) dalam porsi korporasi telah menyiapkan langkah untuk memenuhi pendanaan di antaranya melakukan revaluasi aset, meningkatkan produktifitas aset existing, efisiensi operasi dan pengadaan barang dan jasa.

"Kebutuhan pendanaan melalui pinjaman diutamakan untuk dipenuhi dari lembaga multilateral development bank guna mendapatkan cost of fund lebih murah dan penarikan pinjaman disesuaikan dengan kemajuan proyek," jelasnya.

Selain itu, Edwin juga bilang kondisi likuiditas PT PLN (Persero) juga akan selalu dijaga untuk mampu mendanai operasi perusahaan dan pemenuhan kewajiban terhadap kreditur. "Baik kreditur perbankan maupun pemegang obligasi perusahaan," imbuhnya.

Edwin mengklaim adanya kemajuan Program 35 GW. Dia bilang pada tahun 2015 masih terdapat 11 sistem kelistrikan yaitur Sumbagut, Tanjung Pinang, Lampung, Belitung, Lombok, Kupang, Kalbar, Sulteng, Sultra, Sulutenggo, Jayapura yang masih defisit. Namun saat ini sudah tidak ada lagi sistem yang defisit.

"Rasio Elektrifikasi saat ini sudah mencapai 92,8%," imbuh Edwin.

Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik juga telah menurun dari Rp 1.419/kWh pada tahun 2014 menjadi Rp 1.303/kWh pada tahun 2017. Dalam saat yang bersamaan, PT PLN (Persero) juga mengemban tugas PSO dimana selain menjual listrik bersubsidi kepada beberapa golongan pelanggan juga berupaya memberikan tarif yang mampu meningkatkan kompetitif bisnis dan industri.

"Selama tahun 2017 tidak ada kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk pelanggan non subsidi meskipun terjadi lonjakan harga energi primer terutama batubara," kata Edwin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini