Kementerian BUMN: Skema memasukkan 10% saham Pemda ke Indocopper agar tak dijual



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Divestasi 51,23% saham PT. Freeport Indonesia (PTFI) oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) tengah memasuki babak akhir. Namun, sejumlah penyelesaian administrasi dan perizinan masih bergulir untuk bisa mengunci saham mayoritas di perusahaan tambang Amerika Serikat yang beroperasi di Papua ini. Salah satunya ialah soal skema pembagian saham untuk daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika.

Menurut Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, skema pembagian saham ini tetap pada rencana awal untuk memasukkan saham Pemda/BUMD Papua ke dalam struktur PT Indocopper Investama (PTII).

Fajar mengklaim, sudah ada kesepakatan antara Menteri BUMN Rini Soemarno dan Gubernur Papua terkait 10% saham Pemda di PTFI. Dalam kesepakatan tersebut, jatah 10% BUMD Papua akan dikonversi menjadi 40% saham di Indocopper, sehingga BUMD Papua tidak menguasai langsung 10% saham PTFI.


“Cuma BUMD-nya pun belum ditunjuk, nanti kan itu pakai Perda, makanya kita nunggu. Tak apa, yang penting kesepakatannya 70:30 di antara (pemkab) provinsi,” ujar Fajar saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Senin (26/11).

Sebelumnya, beredar kabar bahwa Pihak Pemprov Papua belum sepakat dengan skema tersebut. Dalam laman www.papua.go.id, disebutkan bahwa Pemprov Papua menolak BUMD bentukan Inalum, yakni PTII.

“Bahkan Pemprov Papua kan sudah menyiapkan nama BUMD dan sudah diserahkan kepada Menteri Keuangan sejak beberapa waktu lalu. Tetapi, kesepakatan tersebut ternyata diganti. Dimana proposal yang disodorkan dengan nama perusahaan daerah PT. Indocopper Investama,” jelas Gubernur Papua Lukas Enembe seperti yang dikutip dalam situs www.papua.go.id. Sayangnya, hingga kini pihak Pemprov Papua belum menjawab permintaan konfirmasi dari Kontan.co.id.

Dalam hal ini, menurut Pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengungkapkan bahwa skema ini memang masih bisa diubah selama belum diputuskan bersama antara Pemerintah Pusat, Pemda dan Inalum.

Redi bilang, pemda Papua pun berhak mengusulkan skemanya, misalkan dengan mengusulkan pembentukan entitas hukum baru berupa BUMD sebagai perusahaan patungan antara Inalum dengan Pemda di Papua untuk mengelola saham 10%.

Secara aksi korporasi, lanjut Redi, Pemda Papua juga berhak mengandeng siapa pun sebagai mitra bisnis. Namun, ia mengingatkan bahwa itu sangat beresiko, dengan memberikan perbandingan pada kasus Newmont dan Pemda NTB.

“Pemda seakan hanya dijadikan tungangan perusahaan swasta yang menjadi hak saham Pemda sebagai jalan mendapatkan manfaat (bagi swasta) yang belum tentu memberikan manfaat bagi Pemda,” jelas Redi.

Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat ekonomi energi universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Menurut Fahmy, ketika Inalum sudah membiayai divestasi saham PTFI, termasuk dengan menalangi 10% saham pemda, maka tidak ada urgensi bagi Pemda untuk menggandeng pihak lain, terutama swasta.

Sebab, lanjut Fahmy, pelibatan swasta berpotensi untuk memindahkan hak daerah kepada perusahaan yang bersangkutan. Perpindahan itu mesti dicegah,termasuk dengan membuat aturan yang melarang BUMD menggadaikan atau menjual sahamnya kepada siapa pun.

“Tetapi Inalum juga tidak boleh memaksakan Indocopper sebagai partner BUMD. Biarkan Pemda membentuk BUMD, tanpa harus menggandeng swasta,” ujarnya.

Fajar pun tak menampik bahwa skema itu dimaksudkan untuk menghindari saham BUMD di PTFI dijual lagi ke swasta seperti kasus PT Newmont. Selain itu, dengan skema saham tersebut, maka BUMD tidak perlu membayar pajak akusisi lagi karena sudah ditanggung oleh Inalum.

"Tidak boleh dijual. Tidak boleh (pihak asing), makanya ada Inalum di situ. Juga salah satunya efisiensi, kalau tidak dia harus menyediakan dana yang cukup besar dan belum ada di APBN. Sekarang semuanya yang bayar Inalum," jelas Fajar.

Sedangkan menurut Corporate Communications and Government Relations Rendi A. Witular, pihaknya akan terus bekerja sama dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika untuk mencari kesepakatan yang terbaik. Yang terpenting, kata Rendi, soal pembagian saham dengan daerah ini tidak akan mengganggu penyelesaian proses divestasi yang ditargetkan rampung sebelum tutup tahun ini. “Tidak akan mengganggu proses divestasi,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini