Kementerian ESDM: Ada 2 Skema Monetisasi Proyek Penyimpanan Karbon (CCS)



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Terdapat dua opsi skema monetisasi/komersialisasi proyek penyimpanan karbon (carbon capture storage/CCS) yang saat ini masih digodok, yakni memberlakukan biaya penyimpanan (storage fee) dan perdagangan karbon (carbon trading). 

Asal tahu saja, Indonesia dianggap mampu menjadi CCS Hub di kawasan regional karena potensi penyimpanan karbonnya mencapai 400 giga ton Co2. Saat ini sudah ada 15 proyek yang sedang dirancang dan diperkirakan mampu menyimpan karbon sebanyak 4,31 giga ton Co2. 

Pembinaan Usaha Hulu Migas Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Noor Arifin Muhammad menjelaskan, sejauh ini pemerintah masih menggodok skema monetisasi atau komersialisasi dalam pengembang proyek penyimpanan karbon. 


Baca Juga: Berambisi Jadikan RI CCS Regional Hub, Pemerintah Siapkan Perpres

“Ini masih rancangan ya, tetapi kalau nanti jadi, arahnya akan diterapkan storage fee (biaya penyimpanan) dan carbon trading. Tetapi carbon trading ada di luar hulu dan bagaimana menghitungnya belum diputuskan,” jelasnya saat ditemui di sela acara SPE Asia Pacific Oil & Gas Conference and Exhibition (APOGCE) di Jakarta, Selasa (10/10). 

Arifin menjelaskan, jika aturan sudah rampung, maka karbon yang diinjeksi di dalam ruang penyimpanan akan dipungut biaya. Namun pihak yang menentukan dan besaran biaya belum ditetapkan, apakah pemerintah atau perusahaan sebagai pemilik Wilayah Kerja (WK).  

Yang terang, dalam pelaksanaannya nanti, pemerintah akan mengacu pada production sharing contract (PSC). “Apakah nanti dia royalti ke negara, bisa juga PSC kontrak bagi hasil. Cuma kecenderungan diskusi sepertinya royalti, tetapi belum fix,” jelasnya. 

Berkaca dari teori yang ada dan pengalaman di Eropa, Arifin menjelaskan, pemanfaatan CCS akan ramai diminati ketika suatu negara menetapkan biaya pajak karbon yang tinggi. Jadi badan usaha lebih memilih untuk menyimpan karbonnya, ketimbang membayar pajak yang mahal. 

Dia bilang, penetapan pajak karbon ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi otoritas perpajakan alias Kementerian Keuangan. 

Baca Juga: Ini Bocoran Poin-Poin yang Akan Diatur dalam Perpres CCS/CCUS

“Nantinya potensi keuntungan bagi negara akan tergantung pada pajak karbon, biaya penyimpanan (storage fee), dan perdagangan karbon. Oleh negara itu selalu dipesankan kepentingan negara nomor satu,” imbuhnya. 

Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf menjelaskan, salah satu usaha dekarbonisasi yang paling terkenal saat ini ialah adaptasi CCS/CCUS. 

Salah satu proyek pertama yang akan menjadi CCS Hub di Indonesia ialah proyek BP Tangguh atau Tangguh LNG EGR/CCUS. 

Melansir siaran pers di laman resmi BP Indonesia, BP Berau Ltd (bp) dan kontraktor di bawah Tangguh PSC, bersama Chubu Electric Power Co., Inc. telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk studi kelayakan rantai nilai CCUS internasional dari Pelabuhan Nagoya, Jepang, untuk disimpan di ladang Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat, Indonesia.

Asal tahu saja, Pelabuhan Nagoya adalah pelabuhan terbesar di Jepang di hal volume kargo, menyumbang 3% dari total emisi CO2 Jepang dan telah menetapkan target untuk mengurangi emisi sebesar 46% pada tahun fiskal 2030 dibandingkan dengan tahun fiskal 2013.

Untuk berkontribusi terhadap pencapaian target tersebut, afiliasi bp dan Chubu Electric melakukan studi penangkapan, agregasi, pemanfaatan, dan pengangkutan CO2 ke lokasi penyimpanan CO2 di luar negeri untuk realisasi CCUS. Nah rencananya, karbon tersebut akan diekspor dari Jepang ke Indonesia untuk diinjeksikan ke penyimpanan Co2 Tangguh. 

Baca Juga: PLN Jajaki Penerapan Teknologi CCS pada Pembangkit untuk Kurangi Emisi Karbon

Kembali pada penjelasan Nanang, SKK Migas melihat, masih banyak proyek-proyek CCS maupun CCUS yang sedang dalam tahap studi dan uji coba.  

Dari sisi manajemen operasional, SKK Migas sedang menyusun pedoman prosedur CCS/CCUS untuk penerapan yang terintegrasi dengan lapangan migas, plan of development (PoD), dan manajemen karbon. 

“Indonesia memiliki banyak lapangan tua yang berpotensi menjadi lokasi penyimpanan karbon,” jelasnya. 

Nanang menegaskan, potensi yang menjanjikan ini hanya bisa dilaksanakan dengan aksi konkret dan membutuhkan dukungan dari semua stakeholders di industri migas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .