Kementerian ESDM Akan Evaluasi Dampak Pencampuran Bioethanol ke Pertamax



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengevaluasi dampak pencampuran bioethanol ke Pertamax, khususnya pengaruhnya terhadap harga jual.

Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan, saat ini uji coba pencampuran (blending) bioethanol 5% (E5) ke Pertamax sedang dilaksanakan dan sudah berjalan dengan baik.

“Sudah bagus sih nanti akan dilanjutkan,” jelasnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (14/6).


Tutuka mengungkapkan, pihaknya terus melaksanakan evaluasi perihal pengaruh pencampuran bioethanol terhadap harga jual Pertamax. Nantinya skala keberhasilan dari uji coba ini menjadi tolok ukur Kementerian ESDM untuk masuk ke tahap komersialisasi.

“Tahun ini mungkin proven dulu konsepnya. Kalo diterapkan kan kita harus bangun pabrik dulu, masih lama kan,” ujarnya.

Baca Juga: Wah, Kebutuhan LPG 3 Kg Tahun Ini Diprediksi Melebihi Kuota, Subsidi Bisa Bengkak

Sebelumnya, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Edi Wibowo menjelaskan penggunaan bioethanol untuk dicampur (blending) dengan gasoline merupakan salah satu program Kementerian ESDM demi peningkatan penggunaan BBN.

“Tetapi dalam implementasinya masih banyak tantangan, antara lain terbatasnya produksi bioethanol dan belum adanya insentif selisih kurang Harga Indeks Pasar (HIP)  gasoline dengan bioethanol,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (26/5).

Maka itu, Kementerian ESDM terus berkoordinasi dan mendorong stakeholder untuk dapat mewujudkannya.

Menurut Edi, pencampuran bioethanol dengan gasoline tidak menghadapi permasalahan yang signifikan. Sejatinya di 2009 hingga 2010 proses ini sudah berjalan, bahkan Gaikindo sudah siap. Sedangkan PT Pertamina dan Lemigas juga sudah pernah mengujinya.

“Dulu sudah implementasi Bioethanol 2% (E2) tetapi karena harganya terlalu tinggi dan tidak ada insentif jadi berhenti,” terangnya.

Nah di tahun ini, BBN akan semakin didorong untuk menurunkan emisi di sektor transportasi. Rencananya, Kementerian ESDM akan melakukan uji coba pasar (market trial) di Surabaya bersama Pertamina pada akhir Juni atau Juli 2023.

Baca Juga: Bangun Kilang Baru, Pertamina Bakal Dapat Kucuran Dana Rp 46,2 Triliun

Adapun proses market trial di Surabaya akan dijalankan dan dievaluasi secara berkala yakni tiga bulan sekali. Jika berhasil tinggal kemudian implementasinya diperluas.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini total produksi bioetanol fuel grade sudah mencapai 40.000 KL per tahun.

Namun demikian, produksi ini masih jauh di bawah kebutuhan 696.000 KL per tahun untuk pengimplementasian tahap awal di daerah Jawa Timur dan Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari