Kementerian ESDM akan Kaji Daftar Proyek EBT dalam CIPP JETP



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 382 proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dengan total kapasitas 27.203 megawatt (MW) masuk dalam daftar proyek fokus area investasi atau investment focus area (IFA) draft  dokumen investasi dan kebijakan komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) Just Energy Transition Partnership (JETP). 

Sebanyak 215 proyek di antaranya, menurut data tabel yang dimuat dalam bagian appendix draft dokumen tersebut, masuk dalam kategori proyek Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Beberapa contoh proyek besarnya misalnya seperti PLTA Java Bali dengan kuota tersebar PSPP 760 MW, PLTP Gunung Salak 7 55 MW, PLTP Gunung Salak 8 80 MW, PLTS Saguling 60 MW, dan masih banyak lagi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nantinya bakal mengkaji daftar tersebut. 


Baca Juga: Emiten Besar Berlomba Kucurkan Capex, Simak Penggunaan dan Realisasi Per Kuartal III

“Masih mau dibahas,” ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (6/11).

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai masuknya proyek pembangkit energi terbarukan dalam dokumen rencana JETP merupakan hal yang positif. 

Hanya saja, ia menilai bahwa perlu ada proses seleksi untuk memilah mana proyek yang secara finansial akan menarik dan tidak memiliki dampak sosial lingkungan yang berisiko. 

“Sebagai contoh soal panas bumi, disebutkan dalam dokumen CIPP JETP bahwa proses pengeboran dan posisi proyek yang bersinggungan dengan masyarakat akan memiliki implikasi terhadap biaya investasi dan waktu yang lebih lama. Jadi solar panel, mikrohidro hingga angin menjadi alternatif yang akan menarik minat investor baik negara maju maupun Gfanz,” terang Bhima saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (6/11).

Lebih lanjut, ia juga berpandangan bahwa proyek PLTS justru menjadi daya tarik utama dalam dokumen JETP dibanding proyek energi terbarukan seperti geothermal. Sebab, kata Bhima, perbandingan biaya investasi per kw PLTS lebih efisien dengan rentang US$ 790-US$ 1.190.

“Sementara biaya investasi geothermal tercatat dalam dokumen sebesar US$ 4.000 per Kw. Perbandingannya sangat jauh,” imbuhnya.

Seturut dibukanya akses terhadap draft dokumen CIPP JETP, aspirasi akan adanya revisi RUPTL dari kalangan pelaku usaha pun mengemuka. Dalam wawancara Kontan.co.id  sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, menyoroti adanya proyek-proyek PLTS yang belum masuk dalam RUPTL. Menurutnya, proyek-proyek PLTS tersebut kudu masuk dalam revisi RUPTL 2021-2030.

Baca Juga: Sebanyak 12,8 GW Pembangkit Tenaga Air Jadi Prioritas Proyek JETP, Ini Kata APPLTA

Jika sudah masuk ke dalam RUPTL, proyek-proyek PLTS itu bisa dilelang  baik kepada perusahaan listrik swasta atau independent power producer (IPP), maupun dalam bentuk penugasan kepada anak perusahaan PLN.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA), Zulfan Zahar, mengatakan bahwa hampir seluruh proyek yang tercantum dalam draft CIPP JETP merupakan proyek eksisting PLN dan tambahan data dari asosiasi.

“Kami dari asosiasi sangat menanti dan menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang Transisi Energi dan Revisi RUPTL terbaru terkait transisi energi,” ujar Zulfan kepada Kontan.co.id, Minggu (5/11).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi