KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji tarif listrik dalam menyusun rancangan Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Pokok-Pokok Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) Listrik Energi Terbarukan. Aturan ini merupakan amanat dari Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, di mana salah satunya disiapkan Peraturan Menteri untuk PJBL khusus energi baru terbarukan. Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Andriah Feby Misna menjelaskan terkait tarif listrik di dalam Racangan Permen PJBL Listrik Energi Terbarukan sedang sedang dikaji lebih jauh karena Peraturan Presiden No 112 Tahun 2022 belum lama terbit.
"Review tarif listrik EBT yang dilakukan pada tahun ini akan memasukkan tarif untuk pembangkit hibrida, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) yang digabungkan dengan diesel," ujarnya ditemui seusai acara Seminar Tantangan Industri Bioenergi di Jakarta, Selasa (27/2).
Baca Juga: PLN Indonesia Power Genjot Implementasi Cofiring demi Kerek Target Bauran EBT Nantinya harga ini akan menjadi acuan program dedieselisasi PT PLN. Saat ini PLN memiliki kurang lebih 5.200 PLTD yang tersebar di sekitar 2.100 lokasi. Dengan program konversi PLTD ke pembangkit EBT diharapkan biaya dan emisi karbon bisa ditekan maksimal. Beberapa hal signifikan yang akan masuk dalam Rancangan Permen ESDM tentang Pokok-Pokok PJBL dari EBT ialah sebagai berikut. Pertama, R-Permen akan mengakomodir pola kerja sama baik itu skema Build- Own-Operate-Transfer (BOOT) dan Build Own Operate (BOO) yang ditetapkan berdasarkan para pihak yang terlibat. Sebagai gambaran, skema BOOT ialah bentuk kerja sama pemerintah-swasta yang menyaratkan swasta membangun aset, mengoperasikannya dalam periode tertentu, dan memberikan pelayanan dengan level yang disepakati kepada masyarakat ketika habis masa kelola. Jadi kepemilikan diserahkan kepada pemerintah yang dapat melanjutkan kerja sama dengan pihak yang sama, mengelola aset ini sendiri atau memberikan kontrak konsesi kepada pihak lain. Swasta dapat memperoleh penjaminan penghasilan minimum dan/atau pemasukan tambahan apabila kinerja pelayanan melampaui kesepakatan. Sedangkan skema BOO ialah bentuk kerja sama yang tidak memiliki unsur pemindahan kepemilikan di akhir masa konsesinya. Kecuali bisa dibeli, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta lain yang berminat. Di dalam kontrak juga mengatur mengenai mutu layanan yang diisyaratkan, peran atau porsi pemerintah dan lainnya. Kedua, terkait dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang belum diatur dalam Permen PJBL sebelumnya. Ketiga, penambahan atribut lingkungan nilai ekonomi karbon (NEK) yang akan menyesuaikan dengan regulasi perdagangan karbon. Keempat, pengaturan tentang ketentuan refinancing untuk meningkatkan bankability PJBL EBT.
Baca Juga: PLN Indonesia Power Jajaki Kerja Sama Pembangkit EBT hingga Hidrogen dengan Finlandia Kelima, tambahan aturan baru khusus energi terbarukan intermiten. Perusahaan swasta (IPP) diminta mengumpukan data proyeksi, produksi energi bulanan dan tahunan. Kemudian IPP juga memiliki fasilitas pengumpulan data yang memadai dan mampu memproyeksikan produksi energi baik sesuai standar yang berlaku.
Keenam, menambahkan aturan transaksi khusus apabila EBT memiliki fasilitas penyimpanan energi. Ketujuh, perpanjangan jangka waktu kontrak untuk PJBL eksisting. “Kalau melihat di Permen ESDM PJBL sebelumnya hanya berlaku untuk proyek-proyek PLN. Nah untuk R-Permen ini akan berlaku untuk proyek badan usaha pemegang wilayah usaha selain dari PLN,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi